Bagian
I
Kitab-kitab Perjanjian Lama
edisi LAI – LBI, yang mengikuti urutan kitab yang terdapat dalam Alkitab Yunani
(Septuaginta) dapat dibagi dalam 4 kelompok:
· Kitab-kitab
Taurat
· Kitab-kitab
Sejarah
· Kitab-kitab Kebijaksanaan
/ puitis
· Kitab-kitab
Nabi-nabi
Dalam urutan itu Taurat Musa
disusul oleh sejumlah kitab yang melanjutkan kisah sejarah Israel setelah Musa.
Kitab-kitab “Sejarah”, yang menjadi bahan kuliah ini, terbagi dalam empat
kelompok:
· Pertama, kitab Yosua, Hakim, Samuel dan Raja-Raja.
Kelompok kitab-kitab ini menceritakan sejarah Israel mulai dari masa
pendudukan negeri (Yosua) sampai dengan saat pembuangan dari negeri itu (2Raj
25). Hanya kelompok kitab inilah yang akan dibahas secara tematis dalam
kuliah. Sedangkan ketiga kelompok lain hanya dapat disebutkan secara singkat
sebagai berikut ini.
· Kedua, kitab 1-2Tawarikh, Ezra dan Nehemia. Setelah disajikan silsilah
bangsa Israel dari Adam sampai Daud (1Taw.1-10), dikisahkan sejarah bangsa
Israel dari Daud pada abad ke-10 sampai dengan Ezra dan Nehemia pada masa
sesudah Pembuangan, abad ke-5 SM.
· Ketiga, dalam
Alkitab edisi Katolik menyusul kedua kitab deuterokanonik I & II Makabe yang mengisahkan beberapa puluh tahun sejarah
bangsa Yehuda pada abad kedua SM. Dua kitab tentang perjuangan kemerdekaan kaum
Makabe ini bukanlah “kitab-kitab bersambung” (seperti 1-2 Samuel, atau 1-2
Raja), melainkan dua kisah yang berdampingan, yang memandang masa kaum Makabe
yang sama itu dari dua sudut pandangan yang cukup berlainan.
· Keempat, kitab Rut dan Ester, dan dalam edisi Katolik ditambah dengan kedua kitab
deuterokanonik Tobit dan Yudit. Kendati oleh Septuaginta dimasukkan
dalam bagian kitab-kitab sejarah, keempat kitab ini sesungguhnya samasekali
tidak bercorak kisah sejarah, melainkan lebih bersifat ceritera yang mau
membina dan mengajar. Melalui ceritera yang memang ditempatkankan dalam
konteks sejarah tertentu, mau diajarkan nilai-nilai kehidupan beriman dengan
tujuan untuk menghibur dan membina para pembaca.
Bagan berikut ini
menampilkan keempat kelompok kitab sejarah tersebut:
Kelompok I
|
Yos, Hak, 1-2 Sam ,
1-2 Raj
|
Kelompok II
|
1-2 Taw, Ezr, Neh
|
Kelompok III
|
1-2 Mak
|
Kelompok IV
|
Rut, Est, Tob,
Yud
|
A. kitab Nabi-nabi atau Tulisan sejarah?
Dalam Alkitab Ibrani, pengelompokan kitab mudah
diingat dengan istilah tenak
(vokalisasi dari tiga huruf mati t, n
dan k). Disebut demikian sebab
Alkitab Ibrani terdiri dari
· Torah (Taurat)
· Nebiim (Nabi-nabi; dibaca “neviim”)
dan
·
Ketubim (Kitab-kitab
/Tulisan-tulisan; dibaca “ketuvim”).
Dalam pengelompokan itu
Taurat Musa disusul oleh kelompok kitab yang disebut Nabi-Nabi. Kelompok kedua ini terdiri bukan
hanya dari kitab-kitab yang lazimnya disebut nabi-nabi (Yesaya s/d Maleakhi),
tetapi juga mencakup juga kitab Yosua, Hakim-Hakim, Samuel dan Raja-Raja.
Yos - Raj dihitung di antara Nabi-nabi karena dua alasan:
· Menurut tradisi
Yahudi kitab-kitab itu dikarang oleh orang-orang yang pantas disebut nabi
(Samuel, Natan, Gad, Yeremia; bdk. mis. 1Taw 29:29, 2Taw 9:29).
· Seluruh sejarah
yang dikisahkan dalam kitab Yos - Raj, disertai dan diarahkan oleh sabda Allah
yang disampaikan lewat nabi-nabi.
Untuk membedakan Nabi-Nabi
Yosua s/d Raja-Raja dari Nabi-Nabi Yesaya s/d Maleakhi, umumnya dipakai dua
istilah ini:
· “Nabi-Nabi yang Terdahulu” (nebiim aharonim)
· “Nabi-Nabi yang Kemudian”
(nebiim risonim).
1. Beberapa
kitab, namun satu karya
Kitab-kitab Yosua,
Hakim-Hakim, Samuel dan Raja-Raja masing-masing dapat dipandang sebagai satu karya
dari satu karangan, dengan coraknya dan batas-batasnya tersendiri. Corak yang
berlainan terutama disebabkan oleh berbedanya bahan tradisi yang dipakai, yang
berasal dari pelbagai bidang kehidupan Israel, mis. kehidupan marga atau suku,
hubungan antar suku, urusan kenegaraan, proses pengadilan, perayaan ibadat,
dll. Bahan itu berbeda:
·
dari segi isinya:
Yang dikisahkan adalah tokoh yang berbeda satu sama lain atau dari zaman yang
berlainan.
·
dari segi bentuknya:
Di samping kisah-kisah yang bersifat saga, legenda atau sejarah, terdapat pula
undang-undang, syair-syair, daftar-daftar, kronik-kronik.
Perbedaan-perbedaan dalam
bahan tradisi itu adalah penyebab utama bahwa beberapa kitab ini dengan jelas
menunjukkan kekhasannya masing-masing. Contoh berikut ini membantu untuk
menjelaskan:
· Kitab Yosua menyimpan pelbagai kisah
kerakyatan tentang gejala-gejala di daerah Benyamin (Yos 2-9) dan daftar-daftar
batas dan kota (Yos 13-21). Hal ini sangat
berbeda sifatnya dengan kitab Samuel yang
menyimpan beberapa lingkaran kisah tentang tokoh-tokoh nasional seperti
Samuel, Saul dan Daud.
· Kitab Hakim-Hakim mengumpulkan epos-epos
populer tentang sejumlah pemimpin berkharisma di Israel kuno. Ini sangat
berbeda suasananya dengan kitab Raja-Raja
yang menyimpan catatan kronik singkat tentang semua raja Israel dan Yehuda,
berselang-seling dengan kisah-kisah tentang nabi-nabi.
Namun demikian, perbedaan
antara kitab-kitab itu tidak terlalu kuat didukung oleh batas-batas yang jelas
antara kitab yang satu dengan yang lain. Persoalan batas antar kitab ini adalah
sbb.:
· Batas yang masih cukup jelas ditemukan antara kitab
Yosua dan kitab Hakim-hakim. Kitab Yosua berakhir dengan kematian Yosua; kitab Hakim-hakim memulai suatu zaman baru
dalam sejarah suku-suku Israel (Hak 2:10).
· Batas yang tidak jelas ada antara kitab Hakim-hakim
dan kitab Samuel. Sebab, zaman para Hakim itu ternyata tidak berakhir pada
akhir kitab, melainkan masih berlanjut dalam kisah tentang Eli dan Samuel
(sampai 1Sam 7). Samuel pun sering disebut sebagai hakim terakhir dan terbesar.
· Batas yang makin tidak jelas, bahkan hampir tidak
ada, antara kitab Samuel dan Raja-Raja. Sebab, kisah tentang Daud dari akhir
2Samuel masih berkelanjutan dalam 1Raj 1-2 yang bercerita tentang akhir hidup
Daud.
Tidak mengherankan, persoalan
ketidakjelasan batas antar kitab ini membuat Alkitab Yunani (Septuaginta)
melihat kitab Samuel dan Raja-Raja sebagai satu kesatuan yang disebutnya
sebagai 1, 2, 3, dan 4 Raja-Raja /
Kerajaan.
Meskipun kitab-kitab Yosua
s/d Raja-Raja dapat dibaca masing-masing sebagai buku yang menunjukkan sifat
tersendiri, namun ternyata beberapa kitab itu juga memperlihatkan diri sebagai
satu kesatuan
tanpa batas pemisah yang jelas. Kesatuan itu menjadi semakin kelihatan kalau
memperhatikan keseluruhan kisahnya yang menunjukkan susunan yang konsentris
(terpusat): Kitab pertama (Yos 1-12) mulai dengan pendudukan negeri, sedangkan kitab terakhir (2Raj 24-25) berakhir
dengan pembuangan dari negeri itu. Di
antara pendudukan dan pembuangan itu terbentang enam abad sejarah bangsa
Israel yang diceritakan secara bersambung.
Bagian
pusat dari sejarah yang panjang itu adalah kisah tentang awal masa kerajaan:
tentang tokoh sentral, raja Daud, yang diapit oleh Samuel/Saul dan Salomo (1Sam
1 - 1Raj 11). Kisah sentral itu pada gilirannya didahului oleh kisah perjuangan
untuk menduduki negeri serta mempertahankannya (Yos - Hak), dan disusul oleh
kisah tentang kerajaan yang terpecah sampai akhirnya runtuh dan
penduduk-penduduknya dibuang dari negerinya (1Raj 12 - 2Raj 25).
Skemanya seperti terlihat di
bawah ini:
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑-------------------------------------------
Yos 1-Hak 1
Menduduki negeri
Hak 2 - 21 dan
mempertahankannya
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑------------------------------------------------------
1Sam
1-31 Samuel
dan raja Saul
2Sam
1-24 R
A J A D A U D
1Raj
1-11 Raja
Salomo
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑------------------------------------------------------
1Raj 12-14 Perpecahan
Kerajaan
1Raj 15-2Raj 17 Dua kerajaan sampai 721SM
2Raj 18-25 Yehuda
sampai Pembuangan;
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑----------------------------------------------
Dari skema di atas ini
segera dapat dilihat bahwa perhatian bagi masing-masing tokoh dan zaman tidaklah
merata. Kisah tentang raja Daud saja
mencakup satu kitab, bahkan satu setengah kitab kalau persiapannya sejak 1Sam
16 ikut dihitung juga. Sedangkan raja-raja terbesar dari Kerajaan Israel,
seperti misalnya Omri dan Yerobeam II, hanya diberi tujuh delapan
ayat saja.
Kepincangan sebesar itu
tidak akan terjadi seandainya kitab-kitab itu semata-mata ditulis dengan
maksud untuk menulis sejarah bangsa
Israel. Tetapi hal itu tampaknya bukanlah maksud dan tujuan penulisan
kitab-kitab itu. Perhatian kitab-kitab ini ditujukan kepada zaman-zaman dan
tokoh-tokoh yang mempunyai arti khusus bagi iman Israel. Kitab-kitab itu bukannya
karangan sejarah dalam arti ketat, melainkan interpretasi sejarah dari sudut pandangan iman. Sudut pandangan
tertentu itulah yang membuat kitab Yosua s/d Raja-Raja tampil sebagai kesatuan,
sebagai satu karya. Sudut pandang inilah yang membuat raja tertentu diceritakan
panjang lebar, sementara raja lain hanya dalam beberapa baris; raja tertentu
dikecam, sementara raja lain dipuji.
2. Karya
Sejarah Deuteronomistis
Sejak akhir abad ke-19 telah disadari
bahwa dalam kitab Yosua s/d Raja-Raja sejarah Israel diceritakan dan diartikan
dari pandangan dasar kitab Ulangan. Dalam abad ke-20 teori itu menjadi dominan
terutama berkat penelitian Martin Noth,
yang melansir istilah “Das
Deuteronomischen Geschichtswerk”, “Karya Sejarah Deuteronomis” (selanjutnya
disingkatkan KSDtr).
Teori Noth pada pokoknya demikian:
· Kitab Yosua s/d 2
Raja-Raja merupakan kumpulan berbagai bahan tradisi yang sudah ada:
undang-undang, kisah-kisah tentang pendudukan negeri, tentang hakim-hakim,
tentang Samuel, Saul, Daud dan Salomo, tentang beberapa nabi, juga
kronik-kronik para raja Israel dan Yehuda.
· Dari semua bahan
tradisi yang semula masih lepas-lepas itu seorang pengarang yang berpandangan
dasar a la kitab Ulangan (si
Deuteronomis) untuk pertama kali menyusun sebuah sejarah panjang bangsa
Israel yang mencakup zaman Musa, Yosua, para Hakim, dan seluruh masa Kerajaan.
Noth menyebut penyusun itu sungguh-sungguh pengarang
sejarah Israel, dan bukan hanya editornya. Maka semua kitab itu betul Karya
si Deuteronomis.
· Noth melihat
KSDtr itu sebagai suatu kesatuan yang berasal dari tangan satu pengarang, yang
bekerja pada akhir masa Pembuangan
(setelah th. 560 SM). Kesatuan KSDtr itu ditunjukkannya dari berbagai sudut:
(a) Dari awal sampai
akhir KSDtr, ditemukan bahasa Deuteronomis
yang khas, yang sering mengulang-ulang rumusan yang sama dan bernada gamblang,
tanpa banyak keindahan dan kesenian.
(b) Noth juga
mengamati konsistensi sejumlah gagasan
teologis, seperti mis. sentralisasi ibadat, dan gagasan pokok bahwa
hubungan dengan Allah tidak berdasarkan persembahan korban melainkan
berdasarkan ketaatan kepada hukum Perjanjian. Keseragaman bahasa dan pandangan
teologis itu paling nyata ditemukan Noth dalam sejumlah wejangan dan kisah
redaksional yang disisipkan pada saat-saat peralihan yang menentukan dalam
sejarah Israel itu, guna meninjau dan menilai periode tertentu.
(c) Tambah lagi,
kisah sejarah yang panjang itu disajikan dengan suatu kerangka kronologis yang menunjukkan kesatuan.
Pandangan Noth diterima
secara luas, kecuali tekanannya pada keseragaman
dalam peredaksian deuteronomistis itu. Keseragaman bahasa dan ide-ide KSDtr,
dan kesimpulan Noth bahwa hanya ada satu pengarang deuteronomistis, kini
semakin ditinggalkan. Sejumlah peneliti yang pada dasarnya menerima hipotesis
“Karya Sejarah Deuteronomistis”, justru menemukan ketidakseragaman di dalam peredaksian deuteronomistis itu.
Berdasarkan adanya ketidakseragaman itu ditarik kesimpulan bahwa KSDtr
disusun oleh beberapa tangan /generasi deuteronomistis yang bekerja secara
terus-menerus dari zaman ke zaman.
Peneliti yang sangat
berpengaruh dalam hal ini adalah F.M.Cross. Ia
berpendapat demikian:
· Harus dibedakan
antara seorang pengarang sejarah deuteronomistis sebelum masa Pembuangan (kiranya pada akhir abad ketujuh, pada
masa raja Yosia) dan seorang editor sejarah
deuteronomistis dalam masa Pembuangan (sekitar pertengahan abad keenam).
· Pengarang sebelum
masa Pembuangan itu – menurut Cross – menyusun atau mengarang karya sejarah
yang panjang itu untuk mendukung reformasi raja Yosia (639-609). Dengan
sepenuh hati pengarang ini mendukung kerajaan Yehuda serta janji yang kekal
untuk wangsa Daud. Suku-suku Israel (Utara) yang dikalahkan kerajaan Asyur
karena telah meninggalkan YHWH, oleh pengarang ini mau diajak untuk bergabung
kembali dengan kerajaan Yehuda dan Yerusalem. Tetapi reformasi keagamaan dan
politis Raja Yosia terhenti pada kematiannya.
· Lebih dari
setengah abad kemudian seorang editor
mengolah kembali karya sejarah itu. Ia pertama-tama memperluasnya sampai ke
peristiwa Pembuangan. Dalam peredaksian kembali seluruh karya sejarah itu ia
berusaha menjelaskan mengapa nasib buruk Pembuangan menimpa Yehuda. Ia juga
mengajak Israel untuk bertobat, sebab masih ada harapan akan masa depan yang
lebih baik, kendati kehancuran oleh karena Pembuangan.
Baru-baru ini seluruh
diskusi ilmiah tentang penyusunan KSDtr diteliti kembali oleh A.D.H. Mayes.
Bersama dengan Cross, De Vaux, Nelson dll., Mayes pun sampai kepada kesimpulan
bahwa kesatuan peredaksian KSDtr tidak dapat dipertahankan. Dalam setiap kitab
ditemukannya sekurang-kurangnya dua
lapisan penyusunan deuteronomistis, masing-masing dengan minat dan tekanan
tersendiri. Dari situ Mayes mendukung kesimpulan bahwa ada dua tahap utama
dalam peredaksian deuteronomistis, yakni
· penyusunan sejarah deuteronomistis sebelum masa
Pembuangan, dan
· re-edisi atau revisi pada masa Pembuangan.
Di bawah ini disajikan
ringkasan kesimpulan Mayes tentang
kedua tahap peredaksian KSDtr itu.
3. Pengarang
Deuteronomistis
Merupakan jasa besar
pengarang KSDtr
pada masa reformasi Yosia bahwa ia untuk pertama kali merangkaikan kisah-kisah
Musa, Yosua, para hakim dan penyelamat, raja-raja pertama serta semua raja
Israel dan Yehuda selanjutnya, ke dalam satu gambaran menyeluruh sejarah bangsa
Israel, mulai dari pendudukan negeri sampai kepada pembuangan.
Ia memulai kisah sejarah
bangsa Israel itu dari peristiwa gunung
Horeb (sebutan deuteronomis untuk Sinai), yang ia gambarkan sebagai awal
dan dasar keberadaan bangsa Israel (bdk. Ul 1-11). Ia menyajikan kembali hukum
yang diterima Musa di Horeb, sebagai sumber kesejahteraan bagi kehidupan bangsa
di dalam negeri terjanji (Ul 12-26).
Kesejahteraan itu menurut
pengarang KSDtr terwujud sepenuhnya pada zaman Yosua, yang digambarkan sebagai
zaman ideal. Seluruh negeri dapat
diduduki oleh aksi Yosua bersama-sama dengan kedua belas suku Israel di bawah
pimpinan YHWH. Seluruh janji YHWH kepada Musa terpenuhi secara lengkap pada
zaman itu, karena Yosua senantiasa bertindak menurut perintah Allah yang
dituliskan oleh Musa.
Akan tetapi setelah Yosua,
negeri yang sudah diduduki itu mulai terancam oleh bangsa-bangsa dari luar karena Israel meninggalkan YHWH dan
mengikuti Baal. Kendatipun setiap kali diberikan seorang hakim sebagai
penyelamat dan pemulih keadaan, namun ketidak-setiaan yang sama terulang terus
menerus (Hak 2:19).
Zaman para hakim/penyelamat
itu dilanjutkan dalam sejarah Samuel dan Saul yang keduanya digambarkan pula
sebagai tokoh penyelamat (1Sam 7 dan 11). Tetapi monarki Saul, orang Benyamin
yang oleh Samuel diangkat menjadi raja pertama dan kemudian ditolak lagi, oleh
pengarang ini tidak dinilai sebagai monarki yang dikehendaki Allah. Kerajaan
yang dikehendaki Allah sesungguhnya baru mulai terwujud dengan Daud dan
dinastinya. Keluarga inilah yang mendapat janji kekal dari YHWH bahwa akan
bertahan untuk selama-lamanya.
Setelah kerajaan terpecah,
monarki Israel Utara seluruhnya dinilai negatif dan lebih cepat menemui
kehancuran (721; lih. 2Raj 17), karena terus melanjutkan dosa Yerobeam di
tempat-tempat suci Betel dan Dan, di mana Yerobeam telah mendirikan sapi-sapi
emas. Sedangkan raja-raja Yehuda / Yerusalem masing-masing diukur menurut model
Daud. Kendatipun kebanyakan raja itu tidak memenuhi standard, namun YHWH tetap
mendukung kerajaan Yehuda karena kebenaran Daud serta janji yang diberikan
kepadanya dan wangsanya.
Sejarah Yehuda itu akhirnya
memuncak dalam pemerintahan seorang raja muda yang bernama Yosia, yang
sepenuhnya memenuhi model Daud, dan membaharui kehidupan bangsa sesuai dengan
apa yang difirmankan Allah melalui Musa. Versi pertama KSDtr ini berakhir
dengan sebuah happy end.
4. Editor
Deuteronomistis
Re-edisi KSDtr pada masa
Pembuangan tidak hanya melengkapi apa yang terjadi setelah reformasi raja Yosia
sampai dengan peristiwa Pembuangan (2Raj 24-25), tetapi merupakan suatu relectura, yakni suatu pembacaan ulang
seluruh KSDtr dalam terang peristiwa
yang telah menimpa bangsa Yehuda, yakni hancurnya kerajaan, kota Yerusalem dan
Bait Allah, serta Pembuangan ke Babel.
Editor ini mengembangkan
secara lebih ekplisit suatu tema yang sudah tersirat dalam KSDtr, yakni bahwa hukum Musa dalam Ul 12-26 adalah hukum
Perjanjian, hukum yang menjadi syarat dalam hubungan Perjanjian Allah dengan
Israel, dengan segala konsekuensinya yang berupa kutukan dan berkat (Ul 4 dan
27-30).
Pendudukan negeri terjanji
pada zaman Yosua oleh editor ini tampak dipandang belum lengkap, dan baru akan dibuat lengkap oleh YHWH apabila
Israel dengan setia berpegang pada hukum Perjanjian itu (Yos 23). Akan tetapi
yang sebaliknya yang terjadi. Pada zaman berikut, zaman hakim-hakim, Israel
terus menerus melanggar Perjanjian dengan beribadah kepada allah-allah dari
bangsa-bangsa yang masih tinggal di dalam negeri terjanji, dan karenanya
bangsa-bangsa itu tidak pernah jadi diusir oleh YHWH (Hak 2:20i,23).
Kedosaan Israel mencapai
puncak baru dengan permohonan akan seorang raja, kendati pun YHWH sudah menjadi
raja mereka (1Sam 12). Sikap negatif editor terhadap kerajaan –menurut Mayes –
menyangkut pula kerajaan dinasti Daud yang ternyata juga tidak mampu menjamin
bahwa Israel berpegang pada hukum Perjanjian, khususnya pengabdian yang
eksklusif kepada YHWH.
Bangsa Israel menanggung
hukuman atas ketidak-setiaannya itu, berupa pembuangan dari negerinya (2Raj 17,
24-25, 23:26-27). Akan tetapi penjelasan keras dan tajam mengapa kecelakaan itu
menimpa Israel, oleh editor tidak dilepaskan dari pemberian setitik pengharapan
kepada mereka yang kembali kepada YHWH.
Selalu masih ada waktu bagi umat untuk menyadari kesalahannya dan kembali kepada Tuhan, seperti telah
acap-kali dilakukan oleh angkatan-angkatan umat Israel pada masa para hakim.
Setiap kali mereka berseru kepadanya, maka Tuhan membangkitkan seorang
penyelamat bagi mereka. Sekarang juga Tuhan
masih mau menyelamatkan umatnya dari genggaman Babel, asalkan mereka mau
mengikuti beberapa orang teladan dahulu, yakni Daud dan Yosua; dan mau berpegang
teguh kepada perintah Tuhan yang dituliskan Musa. Tujuan terakhir editor
deuteronomistis dalam kitab Yosua s/d Raja-Raja ialah mendorong pertobatan.
Hal ini sangat tampak dari
kitab Raja-Raja. Sepanjang kisahnya pengarang mengingatkan pembaca akan belaskasihan Tuhan yang panjang sabar
dan selalu menunda pelaksanaan hukuman (1Raj 11:34 dst, 21:29, 2Raj 17:7 dst,
22:19-20). Tuhan masih memberi waktu untuk penyesalan sehingga malapetaka
dapat dihindarkan. Dan bahkan setelah malapetaka itu terjadi dan bangsa sudah
dibuang, masih ada kesempatan untuk berkiblat ke Bait Allah dan menyesal; dan
Tuhan boleh diharapkan mendengarkan doa orang yang terbuang jauh itu (1Raj
8:46-51).
Secara tidak langsung
pengharapan serupa dapat ditimba pembaca dari skema “nubuat dan perwujudannya” yang
menguasai seluruh Karya Sejarah Deuteronomistis:
· Dalam kitab
Ulangan Musa sudah menubuatkan ketidak-taatan Israel serta akibat-akibatnya,
yakni bahwa mereka “akan dicabut dari tanah” dan “diserakkan ke antara segala
bangsa” (Ul 28:63-64). Dalam seluruh karya sejarah selanjutnya ketidak-taatan
Israel itu dilukiskan sampai berakhir dengan peristiwa Pembuangan. Nubuat
Allah terlaksana.
· Nubuat serta
penggenapannya serupa itu terulang-ulang sepanjang kisah Yosua s/d Raja-Raja,
paling banyak dalam kitab Raja-Raja. Terus menerus digambarkan bagaimana sabda
seorang nabi kemudian terwujud.
Sabda Allah menguasai jalannya sejarah.
Skema “nubuat serta
pelaksanaannya” ini tidak membawa kabar yang melulu negatif (nubuat kecelakaan
yang selalu terwujud), tetapi juga dapat menjadi sumber pengharapan bagi Israel. Ada beberapa nubuat yang menjanjikan masa
depan yang cerah bagi umat Israel, khususnya bagi kerajaan Daud dan kota
Yerusalem. Pembaca diharapkan percaya bahwa sabda-sabda keselamatan itupun
tetap berlaku dan bahwa Allah sanggup mewujudkannya. Tetapi syaratnya di mata
para editor deuteronomistis ialah selalu: asal Israel bertobat dan kembali kepada Perjanjian, setia kepada
Tuhan dan kehendaknya.
B. Kitab Ulangan
Kalau kita menerima gagasan
Karya Sejarah Deuteronomistis, maka tidak mungkin berbicara tentang kitab Yosua
s/d Raja-Raja tanpa lebih dahulu membicarakan kitab Ulangan yang merupakan
pengantar dan tolok ukur bagi Karya Sejarah itu.
Kitab Ulangan mempunyai
bentuk unik, dalam arti bahwa hampir seluruh isinya disajikan sebagai wejangan Musa. Wejangan ini – menurut
gambaran dalam Ul 1:1-5 – disampaikan Musa kepada seluruh orang Israel ketika
berada di ambang pintu tanah terjanji, yakni di tanah Moab, di sebelah timur
sungai Yordan. Dalam sebuah wasiat
panjang menjelang kematiannya Musa “menguraikan hukum Taurat” (1:5) kepada
generasi baru yang belum hadir di gunung Horeb. Maka kitab ini diberi bentuk
sebagai uraian tentang hukum Sinai untuk generasi baru (dan bukan sebagai hukum
yang kedua, sebagaimana dikesankan
oleh sebutan Yunani deutero-nomion).
1. Sususan
Kitab Ulangan
Kitab Ulangan mempunyai
susunan konsentris (terpusat) yang tidak sangat sulit ditemukan. Umum diterima
bahwa pusatnya adalah koleksi Undang-Undang dalam bab 12-26. Undang-Undang itu
diawali dan disusul wejangan pengantar dan penutup (1-11 dan 27-30). Semuanya
itu berupa perkataan Musa. Pidatonya yang panjang itu diawali catatan pengantar
yang sangat singkat, dan disusul kisah penutup yang cukup panjang, yang bukan
hanya mengakhiri kitab Ulangan tetapi juga membulatkan seluruh Taurat Musa.
Secara skematis susunannya begini:
1:1-5 Catatan pembukaan: setting.
1:6-4:40 Wejangan pengantar I:
riwayat sejak
Horeb, + himbauan.
5:1-11:32 Wejangan pengantar II:
riwayat Horeb, +
himbauan.
12 - 26 Undang-Undang Ulangan
27 - 30 Wejangan penutup:
berkat dan kutuk,
pembaharuan
Perjanjian.
31
- 34 Kisah penutup (Ulangan/Taurat):
Musa diganti Yosua lalu
meninggal.
Catatan pembukaan, seperti
sudah dikatakan di atas, menyebutkan waktu dan tempat wejangan Musa, yakni
ketika mereka sudah sampai “di seberang sungai Yordan, di tanah Moab” (1:5).
Catatan yang serupa terulang dalam 4:44-49, sehingga dapat dibedakan dua tahap
dalam wejangan pengantar (I dan II).
Wejangan
Musa yang pertama menceritakan ulang riwayat perjalanan orang-orang
Israel sejak keberangkatan mereka dari gunung Horeb sampai mereka menduduki
daerah di sebelah timur sungai Yordan, tempat wejangan Musa ini disampaikan (Ul
1-3; kisah ini sejajar dengan Bil 13-32). Riwayat perjalanan ini memuncak dalam
ajakan untuk dengan setia berpegang pada Perjanjian dan ketetapannya (Ul 4).
Gagasan dasar wejangan ini
adalah:
· Angkatan lama yang tidak percaya kepada janji Tuhan, tidak diperbolehkan
masuk negeri terjanji (1:19-2:15; termasuk Musa sendiri, 3:23-29).
· Namun, angkatan baru, yang kini sudah mulai mengalami perwujudan janji Tuhan, yakni
pemberian wilayah di sebelah timur sungai Yordan (2:16-3:23), hendaknya
menepati ketetapan dan peraturan Tuhan agar dapat memasuki negeri terjanji itu
sepenuhnya (4:1-22). Kalau mereka lupa akan Perjanjian Tuhan,
mereka sebaliknya akan dibuang dari negeri itu (4:23dst).
Wejangan Musa yang kedua mulai dengan
mengingatkan orang Israel akan pengikatan Perjanjian di Horeb yang diikat Tuhan
bukan hanya dengan moyang mereka tetapi juga dengan setiap generasi. Dalam
kaitan ini dikutip kembali Sepuluh Firman (5:6-21), yang juga dalam kitab
Ulangan berlaku sebagai ketetapan dasar untuk segala peraturan lain (bdk.
posisi Sepuluh Firman dalam Kel 20 dalam konteks Kel 19- Bil 9).
Dalam bab berikut, yakni 6:4
dst. ketetapan dasar itu disimpulkan dengan lebih ringkas lagi dalam perintah
kasih kepada Allah: “Dengarlah, hai orang
Israel, YHWH itu Allah kita, YHWH saja! Kasihilah YHWH, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.”
Seluruh wejangan yang kedua
ini merupakan himbauan dan memberi dorongan kepada Israel untuk mengasihi Tuhan
dengan cara menepati hukum dan ketetapan-Nya. Ada sudut pandang waktu yang
dipergunakan:
· Untuk memberi
motivasi kepada Israel, mereka terus menerus diingatkan akan masa lampau yang positif maupun negatif;
diingatkan akan sejarah kebaikan Tuhan, sumpah setianya kepada nenek moyang
bangsa (mis. 6:10), pembebasan dari Mesir (mis. 6:21ii), penyelenggaraan ilahi
sepanjang perjalanan di padang gurun (mis. 8:2ii,15i), tetapi diingatkan juga
akan sejarah amarah-Nya ketika Israel murtad di Horeb (9:7-10:11).
· Untuk menambah
motivasi Israel, mata mereka diarahkan pula ke masa depan, yakni ke berkat yang dijanjikan Tuhan, hidup sejahtera
dalam sebuah negeri yang sangat baik (7:13, 8:7-10, 11:8), tetapi juga kepada
kutukan Tuhan kalau mereka akan melanggar ketetapan dan peraturannya (7:4,10,
11:28).
Undang-undang Ulangan (12-26) merupakan bagian sentral dari wejangan
Musa. Undang-Undang ini kurang bersifat sebagai kitab hukum biasa, sebab peraturan-peraturannya
terus menerus diselingi himbauan dan bahkan renungan teologis. Ciri persuasif
itu membedakannya dari Kitab
Perjanjian, koleksi hukum yang terdapat dalam Kel 20:22-23:19 dan yang
sering dihubungkan dan dibandingkan dengan Undang-Undang Ulangan. Banyak
peraturan ibadat, hukum sipil dan anjuran sosial dari Kitab Perjanjian itu
ternyata mempunyai paralel dalam Undang-Undang Ulangan, sebagaimana
diperlihatkan secara rinci oleh I.Cairns.
Undang-Undang Ulangan mungkin merupakan hasil usaha untuk mengaktualkan
kembali hukum-hukum yang lebih kuno dari Kitab Perjanjian itu. Namun demikian,
tidak ada kesejajaran dalam urutan hukum.
Bagi pembaca yang terbiasa
dengan sistematik kodeks hukum modern, urutan atau susunan Undang-Undang
Ulangan tidak langsung jelas. Masalah itu sesungguhnya belum dipecahkan secara
memuaskan. Dua usaha patut dikemukakan:
· Pertama-tama, Julius Wellhausen
mengamati bahwa dalam bagian pertama Undang-undang Ulangan sering diulang peraturan
yang sangat khas Deuteronomis, yang menyangkut sentralisasi ibadat “di tempat yang dipilih Tuhan, Allahmu,
untuk membuat namanya tinggal di sana”, yaitu di Bait Allah di Yerusalem.
Perintah sentralisasi ibadat itu diterapkan kepada segala macam korban persembahan
(Ul 12:5,11,13i,18, 21,26), persembahan persepuluhan (14:22 dst),
penyembelihan anak sulung (15:19i), dan tiga Hari Raya utama (Ul 16).
Sentralisasi ibadat ini muncul sekali lagi dalam sebuah liturgi yang
dibicarakan pada akhir Undang-Undang Ulangan, yakni persembahan hasil pertama
(26:1-11). Di antara peraturan sentralisasi pada bagian pertama dan pada akhir
itu terdapat aneka ragam hukum pidana, sipil dan sosial.
16:18 - 18:22 Hukum tentang
yang berwenang: hakim, raja, imam, nabi
19:1 - 21:9 Hukum Pidana
21:10 - 22:30 Hukum Keluarga
23:1-14 Hukum Ketahiran
23:15 - 25:4 Hukum Perikemanusiaan
25:5-19 Aneka ragam tambahan
· G. Braulik berusaha untuk
memahami struktur Undang-Undang Ulangan dalam kaitan dengan X Firman yang sudah disajikan dalam Ul 5.
Menurutnya, ungkapan “ketetapan dan peraturan” (hakuqqim wehammispatim) yang sering terulang
pada tempat yang strategis,
menunjuk pada relasi khusus antara ketetapan
X Firman dan peraturan dalam
Undang-Undang. Tetapi ia mengaku bahwa relasi itu tidak sama jelas dan ketat
dalam semua bagian Undang-Undang Ulangan. Dalam Ul 12-18 hanya ditemukan suatu
kesejajaran yang global saja dengan Firman I-IV, sedangkan mulai dari Ul 19
tampak ada kecocokan lebih rinci dengan Firman V-X.
Firman I Larangan
menyembah ilah & patung
12:2-13:19 Satu tempat suci,
satu Allah Israel.
Firman II Jgn menyalahgunakan nama YHWH
14:1-21 Perbedaan
ritual antara umat Allah
dan
bangsa-bangsa lain.
Firman III Menguduskan
Hari Sabbat
14:22-16:17 Irama
suci ibadat dan persekutuan.
Firman IV Menghormati
orang tua
16:18-18:22 Jabatan-jabatan
di Israel.
Firman V Melindungi hidup
19:1-21:23 Pembunuhan
yang disengaja.
Firman VI Larangan zina
22:13-23:15 Keluarga
dan seksualitas.
Firman VII Larangan mencuri
23:16-24:7 Harta
Kepunyaan.
Firman VIII Larangan kesaksian
palsu
24:8-25:4 (Kebenaran
di depan) pengadilan.
Firman IX-X Larangan
mengingini isteri/harta orang
25:5-16 Perlindungan
untuk keluarga dan
kepunyaan.
Dari kesejajaran ini dapat
disimpulkan bahwa penyusun Ul 12-26 memaksudkan Undang-Undang Ulangan itu
sebagai uraian dan perincian X Firman. Dalam bagian pertama kesejajaran itu
umum saja (mungkin juga karena bagian itu sudah kl. tersusun dalam tradisi
sebelumnya). Sedangkan undang-undang dalam bagian kedua dengan lebih sadar
diatur menurut bidang-bidang yang muncul dalam X Firman. Dengan demikian
larangan-larangan dasar X Firman, yang sendiri belum bersifat hukum, mendapat
suatu pengisian positif dalam hukum Israel.
Wejangan penutup terdiri dari dua bagian
utama:
· Dalam Ul 27-28
disampaikan ucapan berkat dan lebih
banyak lagi ucapan kutuk untuk
mendorong Israel agar melakukan ketetapan dan peraturan Tuhan yang baru saja
diuraikan dalam Undang-Undang Ulangan, dan jangan mengabaikannya.
· Dalam Ul 29-30
disajikan “perkataan Perjanjian yang diikat Musa dengan Israel di tanah Moab”
(Ul 29:1), suatu wejangan dalam rangka
pembaharuan Perjanjian di Moab. Perkataan Perjanjian itu memuncak dalam
peringatan keras bahwa pelanggaran pasti akan membawa hukuman berupa pembuangan
(Ul 29:21dst), tetapi juga disampaikan bahwa masih ada kemungkinan untuk
berbalik kepada Tuhan dan mengalami kebaikan-Nya (Ul 30:1-10).
Wejangan penutup berakhir
dengan sebuah kata peneguhan bahwa perintah Tuhan tidak terlalu berat untuk
dilakukan, sebab perintah itu sudah terletak dalam hati orang. Tinggallah
Israel betul memilih untuk melakukannya, atau tidak; dan pilihan itu tak lain
daripada memilih antara kehidupan dan kematian (Ul 30:11-20).
Kisah
penutup: Ul 31 menyambung dan melanjutkan riwayat sejarah yang terputus sejak
Bil 32 atau Ul 3. Musa tidak diperbolehkan menyeberangi sungai Yordan, maka
kepemimpinan dialihkan kepada Yosua yang — dengan disertai Tuhan — akan
menyeberang di depan umat Israel (Ul 31:1-8, bdk Ul 3:23-29). Untuk menjaga
kelangsungan Perjanjian, ditetapkan pembacaan ulang hukum Taurat pada hari
Raya Pondok Daun, sekali setiap tahun ketujuh (Ul 31:9-13). Hukum Taurat
dituliskan dalam sebuah kitab, dan diberi tempat di samping Tabut Perjanjian
yang memuat X Firman (Ul 31:24ii).
Dalam Ul 34 riwayat Musa
dibulatkan dengan berita tentang kematiannya. Setelah diberi melihat negeri
terjanji, Musa mati di ambang pintu negeri itu. Kisah terakhir ini bukan hanya
berperan sebagai penutupan kitab Ulangan, melainkan juga berfungsi sebagai
kisah penutupan untuk seluruh Taurat Musa. Taurat menerima peredaksiannya yang
definitif dari tangan Priest (P)
setelah masa Pembuangan, seabad lebih kemudian daripada peredaksian KSDtr.
Peredaksian final Taurat Musa oleh Priest
inilah yang menyebabkan bahwa kitab Ulangan akhirnya kehilangan posisinya
yang asli sebagai pengantar Karya Sejarah Deuteronomistis, dan selanjutnya
lebih berperan sebagai bagian akhir Taurat Musa atau Pentateukh.
Di tengah kisah penutup ini
disisipkan dua sajak: sebuah mazmur (Nyanyian
Musa, Ul 32) dan sebuah koleksi ucapan berkat untuk masing-masing suku (Berkat Musa, Ul 33). Kedua sajak itu diletakkan dalam mulut
Musa sebagai peringatan maupun janji untuk masa mendatang. Mazmur sejak awal
sudah memberi peringatan bahwa kebaikan Tuhan (32:7-14) akan dijawab Israel
dengan ketidak-setiaan (ay 15-18), hal mana akan membawa hukuman dari Tuhan (ay
19-25); namun Tuhan tidak akan membiarkan bangsanya terhapus melainkan akan
mengasihani mereka (ay 26-42). Belas kasih dan kesetiaan Tuhan itu kemudian
dikonkritkan dalam ucapan-ucapan berkat atas masing-masing suku (Ul 33).
2. Proses penyusunan
kitab
Proses perkembangan kitab
Ulangan tampak melewati beberapa tahap.
· Ulangan asli: Apa yang lazim disebut kitab
Ulangan asli perlu dicari di dalam
bab (6-11)12-25. Karangan itu aslinya berupa sebuah koleksi undang-undang, yang
dijiwai oleh gagasan sentralisasi ibadat. Koleksi yang dikenal sebagai torah Mošè, sudah diawali beberapa
himbauan yang ditujukan kepada Israel yang dilukiskan sedang berada dalam
perjalanan masuk ke negeri.
Asal mula dari kitab Ulangan asli ini masih diperdebatkan. Apakah juga berasal
dari masa raja Yosia? Ataukah gerakan deuteronomis serta kitab mereka sudah ada
lebih dahulu; berasal dari masa raja Hizkia (kl. 700SM), dan kitab itu —
setelah hilang pada masa raja Manasye — sungguh ditemukan kembali pada masa
Yosia?
· Karya pengarang sejarah deuteronomistis: Ulangan asli itu
selanjutnya oleh pengarang sejarah
deuteronomistis dimasukkan ke dalam karyanya yang besar tentang sejarah
bangsa Israel, sebagai bagian pengantarnya. Untuk itu pengarang KSDtr
melengkapi Ulangan asli dengan suatu kerangka
kisah sejarah, yakni kisah perjalanan Israel dari Horeb sampai ke
perbatasan negeri terjanji (Ul 1-3), lagi kisah tentang pengadaan Perjanjian
serta pemberian Sepuluh Firman di Horeb (Ul 5) dan kisah tentang pelanggaran
Perjanjian itu (Ul 9:2-10:10). Kerangka kisah sejarah itu kemudian disambung
lagi dengan penunjukkan Yosua sebagai pengganti Musa (Ul 31) dan kematian Musa
(34:1-6).
Dengan demikian pengarang
sejarah deuteronomistis menempatkan seluruh sejarah Israel yang menyusul di
bawah ukuran hukum Musa yang terdapat dalam Ul 12-26. Hukum itu disajikan
kepada pembaca sebagai potokan untuk menilai seluruh sejarah Israel yang
menyusul.
Pengarang memberikan suatu
konteks khusus kepada hukum. Ia menghubungkan hukum itu: (a) dengan Perjanjian
antara YHWH dan Israel di Horeb, dan (b) dengan saat Israel masuk ke negeri.
Hukum itu diberikan YHWH kepada Musa di Horeb pada kesempatan pengikatan
Perjanjian. Namun hukum itu baru disampaikan oleh Musa kepada umat, yakni
angkatan baru yang hidup setelah angkatan pemberontak mati, menjelang saat
mereka menduduki negeri. Dengan demikian diciptakan kaitan erat antara Hukum,
Perjanjian dan Negeri, suatu kaitan yang amat penting untuk seluruh KSDtr.
· Editor pada masa kemudian: Hubungan antara
hukum Musa dan Perjanjian Horeb itu ditingkatkan lebih jauh oleh editor yang kemudian. Tangan editor itu
paling kentara dalam Ul 4, (6-8),
10:12-11:32, 26-30. Apa yang sudah diceriterakan oleh pengarang sejarah, yakni
penyampaian hukum Musa dalam kerangka sejarah Perjanjian Horeb, diungkapkan
lebih tegas lagi oleh editor yang kemudian. Menurut edisinya bahkan penyampaian
hukum oleh Musa kepada bangsa diadakan dalam rangka pengikatan Perjanjian,
yakni Perjanjian di tanah Moab (29:1).
Editor itu
memperkaya kitab Ulangan dengan rumusan-rumusan Perjanjian yang membantu dia
untuk memahami situasi bangsa pada masanya sendiri. Masa itu adalah masa
Pembuangan. Bangsanya telah mengalami kehancuran negerinya dan sedang menjalani
masa pengasingan di Babel. Hal itu diterangkannya sebagai kutukan Tuhan karena
pelanggaran mereka, dengan memakai sebuah rumusan Perjanjian yang disertai
ucapan berkat dan kutuk. Kesetiaan terhadap perjanjian mesti membawa berkat,
tetapi yang terjadi adalah pelanggaran perjanjian yang mengakibatkan kutukan.
Akan tetapi
editor ini tidak menempatkan kutukan dan berkat itu berdampingan sebagai
pilihan alternatif (atau... atau..., sebagaimana lazim dalam rumusan perjanjian
politis yang ia gunakan), melainkan menempatkan kutukan dan berkat itu dalam
urutan kronologi sejarah (4:25-31, 30:1-10). Kutukan yang kini sedang dialami
Israel, masih dapat disusul dengan berkah apabila Israel bertobat
C. Kitab Yosua
Susunan kitab Yosua cukup
mudah ditetapkan: dalam bagian pertama
(Yos 1-12) dikisahkan perebutan / pemberian negeri di sebelah barat sungai
Yordan; dalam bagian tengah (Yos
13-21) negeri itu dibagikan kepada suku-suku Israel; dalam bagian penutup (Yos 22-24) Yosua mengumpulkan semua orang Israel
untuk menyampaikan wejangannya yang terakhir dan mengadakan suatu pembaharuan
Perjanjian.
1
|
Perintah Tuhan untuk merebut Kanaan
|
2-9
|
Kisah-kisah penaklukan wilayah Benyamin
|
10-11
|
Kemenangan atas raja2 Selatan dan Utara
|
12
|
Daftar raja2 yg dikalahkan
|
13-21
|
Pembagian negeri
|
22
|
Suku2 trans-Yordan pulang
|
23
|
Wejangan perpisahan Yosua
|
24
|
Pembaharuan Perjanjian di Sikhem.
|
Sebagian besar dari bagian
pertama (bab 2-9) berisikan kisah-kisah etiologis,
artinya cerita-cerita yang memberi keterangan populer tentang bermacam-macam
gejala di daerah Benyamin:
· dua belas batu di
Gilgal (4:9)
· nama Gilgal (5:9)
· kaum Rahab di
Yerikho (6:25)
· timbunan batu di
lembah Akhor (7:26)
· reruntuhan Ai dan
timbunan batu di depan pintu gerbangnya (8:28)
· tukang-tukang
Gibeon di tengah Israel (9:27).
Gejala-gejala itu
diterangkan dengan menunjuk kembali kepada peristiwa-peristiwa pada masa
pendudukan negeri (4:9,20 dst, 5:9, 6:25, 7:26, 8:28-29, 9:27). Inilah sebuah
koleksi tradisi-tradisi sangat kuno yang berasal dari suku Benyamin yang
mengenangkan perebutan dan pendudukan wilayahnya itu.
Koleksi kisah etiologis dan
regional ini dilengkapi dengan dua kisah
peperangan melawan raja-raja Kanaan, yang pertama di wilayah Selatan (bab
10) dan yang lain di wilayah Utara (bab 11). Beberapa kisah peperangan ini
tampak sebagai tradisi-tradisi kuno yang berasal dari suku Yehuda dan suku
Naftali. Dengan ditambahnya dua tradisi ini (mungkin sudah ditambah pada awal
masa kerajaan ketika semua suku Israel disatukan dalam kerajaan Daud dan
Salomo) kisah Benyamin yang regional berubah menjadi sebuah kisah nasional,
kisah pendudukan seluruh negeri Kanaan (tengah, selatan dan utara) oleh segenap
suku Israel di bawah pimpinan Yosua.
Daftar-daftar batas wilayah
suku dan daftar kota-kota yang terkumpul dalam Yos 13-21 juga merupakan
tradisi-tradisi kuno. Sebagian besar daftar itu (Yos 14-19) barangkali sudah
digabungkan, dan dijadikan bagian dari kisah Yosua, sebelum kisah Yosua
dikenal dan dipakai oleh pengarang KSDtr. Kalau demikian, kisah Yosua yang kuno
(Yos 2-11, 14-19) mau menggambarkan bagaimana Yosua merebut negeri Kanaan dan
membagikannya di antara suku-suku Israel
Kisah Yosua itu oleh pengarang sejarah deuteronomistis
dimasukkan ke dalam kisah besar sejarah bangsa Israel selama enam abad. Masa
pendudukan dan pembagian negeri disajikan sebagai suatu zaman tersendiri,
yakni zaman Yosua. Penyisipan itu tercapai dengan menambahkan sebuah kata
pengantar tentang mulainya kepemimpinan Yosua sebagai pengganti Musa (Yos 1)
dan sebuah kata penutup tentang pemenuhan seluruh janji YHWH (Yos 21:43-45),
pulangnya suku-suku trans Yordan (Yos 22:1-6; bdk Yos 1:12-18), dan berita
tentang kematian Yosua (Yos 24:29-30).
Dengan penambahan-penambahan
substansial itu dan banyak penambahan dan pengolahan yang lain lagi,
pengarang mengintegrasikan kisah perebutan dan pembagian negeri oleh Yosua ke
dalam sebuah sejarah Israel yang berkesinambungan dan konsisten. Menurut
pengarang itu Yosua:
· mengganti Musa sebagai pemimpin seluruh
Israel,
· menjalankan perang suci di bawah perintah YHWH yang
senantiasa menyertainya,
· bersama keduabelas suku berhasil merebut dan
menduduki seluruh negeri di sebelah barat sungai Yordan, sesuai dengan janji YHWH (21:43,45).
Dengan demikian ia menyelesaikan pekerjaan yang sudah dimulai oleh Musa
di sebelah timur sungai.
Editor
deuteronomistis kemudian memasukkan suatu aspek baru ke dalam kisah itu.
Tidak puas dengan gambaran yang terlalu sederhana bahwa YHWH senantiasa
menyertai dan memimpin Israel dalam peperangan sehingga selalu membawa
kemenangan, editor lebih tegas menggambarkan hubungan antara YHWH dan Israel
sebagai hubungan perjanjian yang
mengandaikan bahwa Israel bertindak sesuai dengan seluruh hukum Musa. Dengan
demikian ditambah suatu unsur kondisional
(“jika Israel taat pada perjanjian”) kepada penyertaan YHWH yang diharapkan
memberikan kemenangan. Unsur baru yang menjadi dominan itu dimasukkan dengan
menyisipkan beberapa ayat singkat dalam sejarah deuteronomistis itu, mis.:
· pada awal kisah
perebutan (Yos 1:7-9a),
· pada awal kisah
pembagian negeri (Yos 13:1d-6),
· dan terutama
dengan menambahkan suatu wejangan penutupan yang panjang, yang disampaikan oleh
Yosua sebagai wasiat (Yos 23).
Kalau pengarang sejarah
deuteronomistis tadi menggambarkan perebutan seluruh negeri sebagai sesuatu
yang sudah lengkap, dan mengakhiri sejarah zaman itu dengan menggambarkan
keamanan total dari segala musuhnya (Yos 21:43-45), editor ini membedakan
antara sukses Israel yang selama ini dan peperangan yang masih akan datang, dan
menegaskan bahwa keberhasilan lengkap
Israel akhirnya akan tergantung dari sikapnya terhadap hukum dan perjanjian.
Masih ada daerah yang belum dan harus diduduki (Yos 13:1b).
Perebutannya akan dibuat berhasil oleh YHWH kalau Israel memelihara hukum
perjanjian, yakni semua yang tertulis dalam kitab hukum Musa (Yos 23:5ii).
Tetapi kalau melanggar perjanjian itu, mereka sebaliknya akan dimusnahkan dari
negeri yang sudah diberikan YHWH (Yos 23:15i).
Masih ada kisah penutup lain
lagi, yakni tentang pengadaan perjanjian
di Sikhem (Yos 24:1-28; bdk. juga 8:30-35). Kisah ini umumnya dianggap
berakar dalam tradisi kuno, yakni ibadat perjanjian di tempat suci Sikhem.
Tetapi penempatan kisah itu di sini, setelah wasiat Yosua (Yos 23), terasa
janggal. Maka ada dugaan bahwa tradisi kuno ini baru kemudian (sesudah re-edisi deuteronomistis) ditambah kepada kitab
Yosua, dengan maksud untuk lebih menekankan lagi tema perjanjian yang telah
menjadi titik tekanan re-edisi deuteronomistis.
D. Kitab
Hakim-hakim
1. Isi
dan susunan kitab
Susunan kitab Hakim-Hakim
cukup jelas. Bagian pokok (Hak 2:6 - 16:31) adalah kisah tentang para hakim,
yakni serangkaian riwayat yang cukup panjang tentang beberapa tokoh penyelamat.
Riwayat-riwayat itu diselingi catatan-catatan sangat singkat tentang beberapa
tokoh lain yang pernah memerintah sebagai hakim, sehingga menjadi dua belas
hakim.
Kisah tentang dua belas tokoh ini dibuka dengan sebuah
kata pengantar tersendiri yang memberi gambaran umum tentang masa para hakim
(Hak 2:6-3:6). Pengantar itu pada gilirannya didahului sebuah kisah pendahuluan
lain lagi yang memberi gambaran alternatif tentang pendudukan negeri Kanaan
oleh masing-masing suku (Hak 1:1-2:5).
Kitab ditutup dengan dua
kisah tambahan, yakni tentang perampasan patung sembahan Mikha oleh suku Dan
dan tentang perbuatan aib suku Benyamin terhadap isteri seorang tamu (Hak
17-21).
Skema isi kitab Hakim-hakim:
1:1-2:5
|
Perjuangan masing2 suku
|
2:6-3:6
|
Pengantar: corak zaman Hakim2
|
3:7-30
|
OTNIEL, EHUD
|
3:31
|
Samgar
|
4-5
|
DEBORA
dan Barak
|
6-8
(9)
|
GIDEON
(Abimelekh)
|
10:1-5
|
Tola, Yair
|
10:6-12:6
|
YEFTA
|
12:7-15
|
(Yefta,) Ebzan, Elon, Abdon
|
13
- 16
|
SIMSON
|
17-18
|
Ibadat berhala suku Dan
|
19-21
|
Perbuatan aib suku Benyamin
|
Hak 1 berisikan
catatan-catatan tentang pendudukan negeri Kanaan oleh pelbagai suku Israel.
Berbeda dengan gambaran dalam kitab Yosua, di sini dilaporkan bagaimana masing-masing suku berjuang sendirian
dan hanya berhasil menduduki sebagian daerahnya saja. Refrennya adalah
“Suku
... tidak menghalau orang Kanaan yang diam di ...” (ay 19, 21, 27, 28, 29, 30,
31, 32, 33).
Dengan demikian Hak 1 berfungsi sebagai peralihan antara kitab Yosua yang menggambarkan keberhasilan dari
usaha bersama semua suku Israel dan kitab Hakim-Hakim yang mengisahkan
kesusahan pelbagai suku untuk mempertahankan diri.
Karena tidak ada lagi seorang pemimpin seperti Yosua (Hak 1:1) dan karena
Israel tidak lagi mendengarkan firman Tuhan (Hak 2:2), maka mereka tidak kuat
menghalau semua penduduk negeri Kanaan. Bahkan dikatakan, Tuhan membiarkan
orang-orang Kanaan itu sebagai jerat bagi Israel (Hak 2:3). Akibatnya
ditampakkan dalam kisah para hakim: Israel seringkali murtad, lalu tidak lagi
mempunyai daya kekuatan untuk bertahan terhadap musuh-musuh sekeliling.
Kisah
pokok tentang kedua belas hakim mempunyai kata pengantar tersendiri (Hak
2:6-3:6). Dalam kata pengantar ini disajikan interpretasi tentang masa para
hakim. Masa itu dipertentangkan dengan masa Yosua, masa awal yang ideal.
Angkatan-angkatan setelah Yosua tidak lagi akrab dengan Tuhan sebab tidak
secara langsung mengalami tindakan-tindakannya yang besar bagi umatNya (ay 10).
Mereka mulai lupa akan Tuhan yang telah membebaskan
mereka dari penjajahan dan telah memberi mereka sebuah negeri untuk hidup
secara merdeka. Sebagai gantinya mereka mulai mengabdi dewa-dewi kesuburan yang
dijumpai di negeri yang baru itu (ay 11-13).
Dosa itu membangkitkan murka Tuhan yang mendapat wujud konkrit
dalam serangan dan tekanan dari musuh-musuh di sekeliling. Karena telah
menggantikan Tuhan, Pembebas mereka, dengan dewa-dewa kemakmuran, Israel tidak
lagi kuat dan mampu untuk bertahan sebagai bangsa yang merdeka (ay 4-15).
Namun dalam kesesakan itu
umat acap kali teringat kembali akan
Tuhan dan memanjatkan doa rintihan dan teriakan kepadaNya sebagai tanda
penyesalan dan pertobatan (ay 18b).
Tuhan pun tidak tuli
terhadap seruan mereka. Ia menolong mereka dengan membangkitkan seorang penyelamat setiap kali ketika umat-Nya
mengalami keadaan yang gawat itu dan berteriak kepada Tuhan (ay 16,18).
Tetapi pertobatan umat tidak
bertahan lama. Mereka tidak setia lagi
pada Tuhan. Setelah sang hakim mati - atau ada kalanya
bahkan ketika ia masih hidup - pengabdian dan ketaatan
kepada YHWH Penyelamat segera ditukar lagi dengan penyembahan kekuatan alam dan
kesuburan, para Baal dan Astarte. Lalu mulailah seluruh proses kembali dari
awal: umat yang murtad lagi mengundang murka Tuhan, seruan tobat mereka kembali
dijawab dengan dibangkitkannya seorang penyelamat, yang membawa kemenangan
serta keadaan yang aman untuk beberapa waktu.
Kitab Hakim-hakim disajikan
sebagai sebuah siklus kehidupan umat Israel: ketidaksetiaan pada YHWH ®
hukuman ®
doa minta tolong ®
belas kasih YHWH ®
kemenangan terhadap musuh ®
ketidaksetiaan pada YHWH dst. .....................
Dalam perspektif teologis
ini selanjutnya disajikanlah kisah-kisah tentang beberapa pahlawan yang
kharismatis yang diberi karunia Roh Tuhan untuk dapat menyelamatkan Israel,
yakni (Otniel), Eglon, Debora dan Barak, Gideon, Yefta, Simson. Riwayat mereka
yang masing-masing cukup unik itu selalu dilengkapi dengan kata pengantar dan
penutup yang k.l. sama. Dengan cara yang demikian pelbagai kisah yang
berbeda-beda itu ditempatkan dalam satu perspektif teologis dan kerangka
kronologis yang seragam.
Dalam perspektif tersebut
Israel terdiri dari dua belas suku. Jumlah hakim juga dihitung dua belas: ada
enam riwayat tentang hakim “besar”, ditambah catatan-catatan singkat tentang enam
hakim lainnya, biasanya disebut “kecil” karena singkatnya berita (Hak 3:31,
10:1-5 dan 12:7-15).
Gambaran yang ingin diberikan ialah: setiap
kali Israel berseru kepada Tuhan, maka dibangkitkan seorang penyelamat dari
salah satu suku, setiap kali dari suku yang lain. Duabelas hakim yang
mewakili keduabelas suku, secara bergilir memerintah bangsa Israel selama 300
tahun.
Dalam beberapa bab tambahan
(Hak 17-21) diberi gambaran yang lebih negatif lagi tentang masa para hakim.
Buruknya masa itu dicontohkan dengan:
· ibadat berhala suku Dan yang mencuri berhala ketika
berpindah dari wilayah perbatasan Filistin ke daerah perbatasan utara (bab
17-18), dan
· pelanggaran berat orang-orang Benyamin di Gibea
terhadap seorang tamu yang isterinya diperkosa hingga mati (19-21).
Gambaran tentang kemerosotan religius dan moral pada zaman itu
disimpulkan dalam kalimat yang terulang-ulang:
“Setiap
orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri” (Hak
17:6,21:25).
Sebagai alasan tingkah laku yang sewenang-wenang itu ditambahkan:
“pada
zaman itu belum ada raja di antara orang Israel” (bdk juga Hak 18:1, 19:1).
Atau dengan kata lain, mulailah terasa dan terungkap kebutuhan akan
seorang raja. Dengan demikian gambaran yang negatif pada akhir kitab
Hakim-Hakim itu berfungsi sebagai peralihan ke kitab Samuel yang akan
mengisahkan munculnya kerajaan di Israel.
2. Proses
penyusunan kitab
Sebelum
peredaksian deuteronomistis sudah ada bahan tradisi yang mengalami pelbagai
tahap perkembangan. Mula-mula ada pelbagai kisah lokal mengenai seorang
pahlawan yang pernah menyelamatkan daerahnya sendiri dari serangan musuh; mis.
tentang Yefta di seberang Yordan, tentang Ehud di wilayah Benyamin, tentang
Simson di daerah perbatasan dengan orang Filistin, dll. Sebagian kisah-kisah
regional itu, kiranya kisah Ehud, kisah Debora bersama Barak, dan riwayat
Gideon dan Abimelekh kemudian sudah dikumpulkan dalam semacam “koleksi kisah
para penyelamat” (Hak 3-9).
Kisah-kisah dalam koleksi
itu mungkin sudah dilengkapi juga dengan bingkainya yang agak seragam, yang
mengulang-ulang bahwa
·
Israel melakukan
apa yang jahat di mata YHWH,
·
YHWH menyerahkan
mereka ke dalam tangan musuh,
·
mereka berseru
kepada YHWH,
·
YHWH
membangkitkan seorang penyelamat bagi mereka,
·
musuh tunduk
kepada Israel
· maka amanlah negeri itu.
Lepas dari koleksi kisah
para pahlawan tersebut juga tersedia daftar kuno dengan nama dan data sejumlah
orang yang pernah “berperan sebagai hakim” (safat,
Ibr.) di antara orang Israel. Bagian-bagian daftar itu tersimpan bagi kita
dalam Hak 10:1-5 (Tola, Yair) dan Hak 12:7-15 (Yefta, Ebzan, Elon, Abdon).
Koleksi kisah para
penyelamat dan daftar orang-orang yang pernah ‘menghakimi’ itu mungkin baru
digabungkan oleh pengarang sejarah
deuteronomistis, yang ingin memasukkan berperannya dua belas penyelamat / hakim dalam sejarahnya yang panjang tentang
kedua belas suku Israel. Untuk mencapai angka dua belas itu dimasukkan juga
tradisi-tradisi kuno tentang Yefta (dari suku Gad, Hak 10-12,) dan Simson (dari
suku Dan, Hak 13-16); dan ditambah lagi kisah ‘artifisal’ Otniel (Hak 3:7-11), supaya juga suku Yehuda mendapat
wakilnya di antara para penyelamat.
Tangan pengarang
deuteronomistis ini paling kentara dalam sebuah bingkai yang menyatukan semuanya itu, yakni kata pengantar dalam
Hak 2:11-19,
dan kata penghubung yang mengantar kisah Yefta (Hak 10:6a,7-9). Bingkai
tersebut berpandangan bahwa pendudukan negeri Kanaan sudah lengkap dan bahwa
sekarang Israel diserang oleh musuh-musuh dari
luar, karena meninggalkan YHWH dan beribadah kepada para Baal.
Tetapi kitab
Hakim-Hakim deuteronomistis itu mengalami suatu pengolahan kembali oleh seorang
editor pada masa pembuangan yang
menampilkan visi lain:
pendudukan negeri dipandang belum lengkap, hal mana disebabkan oleh karena
Israel tidak memelihara perjanjian. Karena itu Allah membiarkan bangsa-bangsa
lain tinggal di negeri terjanji dan tidak menyelamatkan Israel. Barulah ketika
mereka berbalik kepada YHWH, Ia sudi menyelamatkan mereka. Pandangan ini
sejajar dengan pandangan editor deuteronomistis yang sudah kita jumpai dalam Ul
4 dan Yos 23.
Sama seperti kitab
Ulangan dan Yosua juga kitab Hakim-Hakim mungkin masih mengalami berbagai tambahan pasca-deuteronomistis. Selain
tambahan yang kecil-kecil, sering disebut beberapa bagian tambahan yang cukup
besar dan berpengaruh.
· Pertama-tama, Hak
1:1-2:5, suatu tradisi kuno alternatif
tentang pendudukan wilayah Kanaan, yakni oleh masing-masing suku sendirian dan
secara sepotong-sepotong. Tradisi itu mungkin baru belakangan dimasukkan di
sini untuk menggarisbawahi apa yang
sudah diungkapkan juga oleh editor deuteronomistis, yakni bahwa pendudukan
negeri belum lengkap karena Israel kurang mendengarkan firman Tuhan (2:2).
· Kedua, juga kisah tentang perampasan patung sembahan
Mikha oleh suku Dan (Hak 17-18) dan kisah
tentang perbuatan noda orang-orang Benyamin terhadap gundik seorang Lewi yang
dalam perjalanan (Hak 19-21), biar pun tampak sebagai tradisi-tradisi kuno,
mungkin baru belakangan ditambahkan di sini.
Gambaran keadaan kacau di antara suku-suku Israel pada waktu “belum ada
raja” (Hak 17:6, 21:25) mau mempersiapkan pembaca atas Kitab Samuel yang
menjawab kebutuhan akan seorang raja.
E. Kitab
Samuel
Cerita tentang masa para
Hakim tidak berhenti dengan Simson, melainkan tampak mencakup juga kisah tentang
Eli (bdk. 1Sam 4:18) dan Samuel (1Sam 7). Bahkan kisah tentang Saul - sebelum terjadi serah
terima dengan Samuel - tetap diwarnai
oleh pola kisah para hakim (1Sam 11-12). Namun demikian, dalam buku-buku
pengantar Alkitab Ibrani sampai sekarang 1Sam 1-12 pada umumnya dibahas sebagai
bagian integral dari Kitab Samuel. Demikian juga di bawah ini.
1. Isi
dan susunan kitab
Panggung kitab Samuel
dikuasai oleh tiga tokoh besar: yakni Samuel,
Saul dan Daud, dalam kaitan dengan munculnya monarki. Hidup mereka sebagian
bersamaan waktunya, dengan akibat bahwa tradisi-tradisi tentang mereka dalam
proses peredaksian kitab Samuel dipertalikan satu sama lain. Kisah-kisah
tentang ketiga tokoh utama ini sebagian saling meliputi. Karena itu struktur
kitab Samuel agak kompleks dan tidak selalu jelas.
1Sam 1-3 Cerita
masa kanak-kanak Nabi Samuel
4-6 Riwayat tentang Tabut Tuhan (tahap I)
7 Samuel
sebagai imam dan Hakim
8 Israel
meminta seorang raja
9-11 Saul diurapi,
dipilih dan diangkat
12 Wejangan/peringatan
oleh Samuel
13 Saul melanggar perintah Tuhan
14 Kemenangan
Yonathan
15 Saul ditolak, karena menolak Tuhan
16:1-13 Daud diurapi Samuel
16-20 Daud di
lingkungan istana Saul
2l-31 Daud
mengungsi ke Yehuda/Filistea
2Sam 1 Berita
ttg kematian Saul, ratapan
2-5 Daud menjadi raja Yehuda dan Israel; perebutan Yerusalem
6 Tabut
dipindahkan ke Yerusalem
7 Nubuat Natan
ttg dinasti Daud
8 Kemenangan-kemenangan Daud
__________________________________________________
9-20 Sej. penggantian Daud
21-24 Beberapa
tambahan
1R 1-2 Daud diganti Salomo
Samuel. Dalam 1Sam 1-7 terkumpul sebuah koleksi kisah
tentang Samuel, sebelum ia terlibat
dalam masalah kerajaan. Arti tokoh ini disoroti melalui sebuah kisah masa
kanak-kanak dalam bab 1-3. Di sini ia ditampilkan sebagai seorang nabi. Ia bernubuat tentang keruntuhan
keluarga Eli, keruntuhan zaman yang sedang berlangsung, zaman para hakim (3:11
dst). Nubuat kecelakaan ini mesti dipandang dalam kaitan dengan sebuah nubuat
keselamatan yang terdapat pada bab sebelumnya, dalam nyanyian ibunya, Hana:
“Allah memberi kekuatan kepada raja
yang diangkatnya, dan meninggikan tanduk kekuatan orang yang diurapinya”
(2:10). Dengan kedua nubuat itu kisah masa kanak-kanak Samuel berperan sebagai
pengantar atas seluruh kitab Samuel yang membicarakan peralihan dari masa para
hakim ke masa raja-raja, pengangkatan dan pemerintahan raja-raja yang pertama.
Setelah ditampilkan sebagai nabi (1Sam 1-3), barulah dalam 1Sam 7 Samuel
ditampilkan sebagai seorang hakim
(bdk khususnya ay 15-17), hakim yang terakhir.
Kisah-kisah tentang nabi
sekaligus hakim Samuel diselingi sebuah riwayat panjang tentang Tabut Tuhan. Tabut yang mula-mula berada
di Silo, tempat suci sentral suku-suku Israel, oleh mereka dibawa ke medan
pertempuran melawan bangsa Filistin, seolah-olah Tabut berkhasiat sebagai
‘maskot’ yang dapat menangkis bahaya. Daripada diperalat oleh Israel, Tuhan
memilih (Tabut) jatuh ke dalam tangan orang-orang Filistin (1Sam 4). Tetapi
setelah Tabut Tuhan dibawa masuk ke dalam kuil dewa Dagon di Asdod dan beberapa
kali menjatuhkan patung dewa itu, dan juga dianggap menghajar orang-orang
Filistin dengan borok-borok, mereka segera memindahkannya. Tetapi Tabut Tuhan
tidak diizinkan oleh mereka kembali ke pusat ibadat suku-suku Israel di Silo,
melainkan hanya sampai ke daerah perbatasan, ke Kiryat Yearim, tanah yang tak
bertuan (1Sam 5-6).
Lingkaran kisah tentang
Tabut Tuhan di sini berfungsi untuk menggambarkan secara dramatis ancaman besar dari pihak bangsa Filistin,
ancaman yang menjadi-jadi semenjak hakim Jefta (Hak 10:7) dan Simson tidak
berhasil mengalahkan bangsa itu. Ancaman besar itu baru dapat diatasi oleh
hakim Samuel dalam 1Sam 7. Kendati pun akhirnya teratasi, namun ketakutan
Israel akan musuh itu tetap merupakan faktor (sekonder) untuk meminta seorang
raja (8:20).
Samuel dan Saul. Mulai dari
1Sam 8 seluruh perhatian kisah diarahkan kepada bentuk pemerintahan baru, yakni raja dan kerajaan. Dalam bab 8-12
dikisahkan bagaimana raja pertama dicari dan ditemukan.
Inisiatif datang dari rakyat
yang meminta seorang raja seperti yang ada pada bangsa-bangsa lain. Permintaan
itu dinilai sama dengan menolak Allah yang sejak dahulu telah menjadi Raja,
Penyelamat dan Pengatur bangsa Israel (1Sam 8:7; diulang-ulang dalam 10:19
12:12). Namun Tuhan meluluskan permintaan rakyat dengan menyuruh Samuel untuk
mencari seorang raja bagi Israel, yang memang nekad dalam permintaan mereka
kendati pun sudah diberi peringatan bahwa raja akan memperbudak mereka
(8:9-22).
Allah selanjutnya mengambil
alih inisiatif dengan menugaskan Samuel untuk secara rahasia mengurapi Saul, pemuda yang singgah di
tempatnya ketika sedang mencari keledai-keledai yang hilang (9:1-10:16).
Kemudian Samuel, setelah mengulang tuduhannya bahwa Israel mengkhianati Raja
Penyelamat mereka, memimpin acara pemilihan raja dengan undian sehingga pilihan Tuhan terhadap Saul menjadi publik
(10:17-27). Dalam perang melawan Amon Saul memperlihatkan bahwa ia dapat
menjadi penyalur penyelamatan Allah bagi bangsa Israel. Langsung sesudah itu
Samuel sebagai nabi Allah mengusulkan untuk meresmikan Saul sebagai raja di
tempat suci Gilgal di hadapan Allah (bab 11).
Dalam wejangan penutupan
(1Sam 12) Samuel sekali lagi mengulang pandangannya yang kritis terhadap
permintaan Israel, namun sekaligus menegaskan bahwa raja yang diminta dan
dipilih oleh rakyat, diangkat oleh Tuhan
sendiri (ay 13). Tuhan memberi Israel bentuk pemerintahan baru ini sebagai
hadiah bersyarat. Monarki ini hanya akan membawa berkat, kalau raja dan bangsa
“takut akan Tuhan, beribadah kepadaNya dan mendengarkan firman-Nya” (ay 14).
Mulai dari bab 13 dikisahkan
masa pemerintahan Saul. Ia sejenak berhasil
dalam peperangan melawan orang Filistin dan Amalek (13-15). Namun dalam
kisah-kisah sukses itu sekaligus diceriterakan kegagalan raja Saul. Ia tidak mendengarkan firman Tuhan yang
disampaikan kepadanya lewat nabi Samuel (13:8-14, 15:9 dst). Karena itu Saul
segera ditolak Tuhan (15:23).
Samuel, Saul dan Daud. Di sini mulailah riwayat panjang tentang Daud
(1Sam 16 - 1Raj 2), kisah sentral
dalam karya sejarah deuteronomistis. Dalam bagian pertama dikisahkan jalan
panjang Daud menuju tahta kerajaan. Kisah pembukaan bahwa anak bungsu Daud
diurapi oleh nabi Allah, disusul sebuah riwayat panjang tentang hubungan
kompleks antara Saul dan Daud (1Sam 16 - 2Sam 5, dan 8).
· Tahap pertama
berlangsung dalam lingkungan istana Saul
(1Sam 16-20): Daud, penghibur raja, pendekar penuh kepercayaan melawan Goliat,
teman Yonatan, menantu raja, dan junjungan rakyat, menimbulkan rasa iri, curiga
dan benci di dalam hati raja yang beberapa kali berusaha untuk membunuhnya.
· Tahap berikutnya
(1Sam 21 - 2Sam 1) menggambarkan Daud
sebagai pengungsi, pemimpin gerombolan, mula-mula di daerah Yehuda, tetapi
kemudian terpaksa di daerah dan bahkan dalam dinas orang Filistin (1Sam
27dst.). Tetapi selama itu Daud tetap berusaha menolong bangsanya sendiri dan
tetap menghormati tuannya, raja Saul yang diurapi Tuhan. Ketika Saul dan
anak-anaknya tewas dalam peperangan melawan orang Filistin (1Sam 30), maka Daud
pun meratapinya (2Sam 1).
Sesudah itu terbukalah jalan
menuju tujuan yang sejak semula direncanakan Tuhan bagi Daud. Diarahkan oleh
Tuhan ke Hebron, pusat suku Yehuda, Daud diurapi oleh sukunya sendiri menjadi
raja mereka (2Sam 2:4). Dan setelah raja baru Israel, Isbaal bin Saul, dibunuh
oleh seorang Israel, Daud diurapi pula menjadi raja atas suku-suku Israel
(5:3). Demikian terciptalah persatuan dua
kerajaan di bawah satu raja. Orang-orang Filistin segera berusaha untuk
menggagalkan pemersatuan itu, tetapi mereka dikalahkan secara definitif oleh
Daud.
Hubungan suku-suku utara dan
selatan di bawah satu raja diperkokoh oleh Daud dengan merebut sebuah benteng
orang Kanaan, yakni Yerusalem, yang letaknya sentral dan strategis, sebagai
ibukota yang kokoh dan netral, yang dapat diterima oleh semua pihak.
Demikianlah Daud, orang yang gagah berani dan pandai itu, akhirnya menjadi raja
atas seluruh Israel. Ia berhasil karena Tuhan telah memilih, menyertai dan
memberkatinya demi kepentingan umatnya (5:10,12).
Puncak kisah Daud. 2Sam 6-7 memegang tempat kunci dalam riwayat
Daud, sebab merupakan puncak dari
kisah tentang Daud-yang-menjadi-raja, tetapi sekaligus juga menjadi titik tolak kisah berikutnya, yakni
kisah pergantian Daud.
Dengan memindahkan Tabut
Perjanjian ke Yerusalem (bab 6), kota
Daud, ibukota kerajaannya, dijadikan pula sebagai pusat suku-suku Israel, tempat suci sentral mereka. Dan melalui
nubuat Natan (bab 7) raja Daud diberi jaminan bahwa keturunannya akan memerintah
untuk selama-lamanya di Yerusalem. Dengan semuanya itu kerajaan Daud dan
dinastinya dan kota Yerusalem dikokohkan.
Namun sekaligus dimunculkan
sebuah masalah yang akan mewarnai sisa Kitab Samuel: siapakah dari antara anak-anak Daud akan memerintah sesudah Daud?
Masalahnya, Mikhal sang permaisuri, dikatakan tidak akan mendapat anak, setelah
ia memandang rendah Daud yang menari-nari ketika memindahkan tabut Perjanjian
ke Yerusalem (6:16, 20-23). Maka siapakah yang akan duduk dengan kokoh di atas
takhta Daud sesudah kematiannya?
Pergantian Daud. Itulah
masalah utama yang akan menguasai kisah panjang dalam 2Sam 9 - 1Raj 2, dan yang
baru akan terjawab secara definitif dalam 1Raj 2:46, “Demikianlah kerajaan itu
kokoh di tangan Salomo.”
Kunci untuk memahami alur
kisah pergantian Daud adalah 2Sam 11-12:
ceritera tentang dosa Daud dengan
Batsyeba, pembunuhan Uria dan kelahiran Salomo. Di situ nabi Natan memberi
Daud perspektif yang buruk dan yang baik. Di satu pihak, karena menyesal, Daud
dibebaskan dari hukuman mati, dan Batsyeba melahirkan seorang anak bagi Daud,
yang namanya berarti “damai baginya” (Salom‑o), dan oleh nabi Natan
diberi nama Yedid-ya, anak yang dikasihi YHWH (12:13,24-25). Nama ini
merupakan isyarat awal bahwa Salomo ini ditentukan oleh Tuhan untuk mengganti
Daud.
Tetapi di lain pihak, agar
musuh-musuh jangan menista nama Tuhan karena perbuatan Daud itu, maka Daud
harus mengganti empat kali nyawa Uria (12:6-12). Anak pertama Batsyeba segera mati karena sakit. Anak berikut, Amnon, mati dibunuh oleh Absalom karena
terseret oleh nafsunya terhadap adik kandung Absalom, Tamar (bab 13). Lalu
berkembang tragedi antara Absalom dan Daud yang berakhir tragis: Absalom mati dibunuh oleh Joab dan hati
Daud patah (bab 14-19). Sebuah pertarungan terakhir untuk mengganti Daud,
pertarungan yang dimenangkan oleh partai Salomo, mengakibatkan Adonia, saingannya, mati dibunuh oleh
tangan Benaya, panglima besar Salomo (1Raj 2:25).
Kisah yang tragis ini
mungkin bermaksud lebih jauh daripada hanya menjawab pertanyaan “Siapakah yang
akan mengganti Daud sebagai raja?” Ada pakar yang menarik kesimpulan bahwa
ingin ditampilkan dua tahap dalam masa pemerintahan Daud.
· Dalam bagian
pertama digambarkan keberhasilan Daud
di bawah berkat Tuhan (bdk 2Sam 5:12)
· Dalam bagian
kedua - setelah perkara dengan
Batsyeba - digambarkan hidup Daud di bawah kutukan Tuhan,
kutukan yang disampaikan oleh Nabi Natan: “Malapetaka akan Kulimpahkan atasmu
yang datang dari keluargamu sendiri” (2Sam 12:11).
2Sam dapat dipandang sebagai sebuah lukisan yang lipat dua: Daud yang
diberkati, sekaligus berdampingan dengan Daud yang dikutuki.
Lampiran atau kesimpulan. Seperti yang sudah dikatakan, kitab Samuel
diakhiri dengan beberapa tambahan atau lampiran:
· beberapa kisah
tentang bencana-bencana yang menimpa negeri (A),
· daftar
tindakan-tindakan kepahlawanan Daud, (B), dan
· beberapa nyanyian
/ perkataan Daud pada 2Sam 21-24 (C).
Perhatikan susunan konsentris: A, B, C, C’, B’, A’: bagian intinya
merupakan sebuah nyanyian dan suatu perkataan Daud (22:1-23:7), yang dibingkai
oleh dua daftar, dan dibingkai lagi oleh dua kisah.
Sebuah ayat kunci untuk
keseluruhan kitab Samuel adalah 2Sam
22:51. Ayat ini mengacu kembali kepada nyanyian Hana, 1Sam 2:10. Nubuat
Hana tentang raja kini sudah digenapi, terlaksana dalam diri Daud dan
keturunannya! Kendatipun Daud berdosa dan ditimpa malapetaka yang datang dari
keluarganya sendiri, namun nubuat Natan (2Sam 7) ternyata tidak dibatalkan,
melainkan tetap berlaku sebagai “suatu Perjanjian kekal” (2Sam 23:5).
2. Proses
penyusunan kitab
Kitab ini disusun dari
beberapa lingkaran kisah yang
mula-mula lepas satu sama lain: a.l. lingkaran kisah tentang tabut, tentang
Saul, tentang tampilnya Daud, tentang hal-ihwal sekitar istana Daud (khususnya
pemberontakan Absolom). Di dalam lingkaran-lingkaran kisah itu terkumpul tradisi-tradisi lisan yang lebih kuno
lagi.
Kebanyakan peneliti sepakat
bahwa sebagian lingkaran-lingkaran kisah itu sudah digabungkan dalam sebuah
kitab tentang Samuel, Saul dan Daud sebelum bahan itu dipakai oleh pengarang
sejarah deuteronomistis. Kitab itu barangkali disusun di kalangan nabi-nabi
yang mengungkapkan visi mereka tentang kerajaan dan raja melalui wakil mereka,
nabi Samuel dan Natan. Umumnya
diandaikan bahwa kitab dari kalangan nabi
itu telah mencakup kisah tentang masa kanak-kanak Samuel (1Sam 1-3),
tentang jalan sukses Daud menuju tahta (1Sam 16 - 2Sam 5) dan tentang kemelut
dalam istana Daud (2Sam 9 - 1Raj 2). Ada perbedaan pendapat apakah kisah
tentang tabut (1Sam 4-6, 2Sam 6) sudah termasuk juga; dan berapa banyak dari
kisah tentang hakim Samuel dan pelantikan raja Saul (1Sam 7-12) dan dari nubuat
Natan (2Sam 7) sudah termuat.
Menurut Mayes, kitab dari kalangan nabi ini baru memuat sebagian dari bahan itu
saja (1Sam 7:15-8:3, 9:1-10:16, 13-15). Teks-teks ini menggambarkan Samuel
sebagai hakim dan nabi yang mengurapi dan kemudian menolak Saul.
Pengarang
sejarah deuteronomistis memasukkan kitab yang sudah tersedia itu ke dalam
karyanya yang besar tentang enam abad sejarah Israel. Para peneliti agak berbeda
pendapat tentang banyaknya tambahan oleh pengarang itu. Menurut banyak peneliti
ia hanya mengedit kembali kitab dari kalangan nabi yang sudah cukup lengkap dan
juga mudah diterima olehnya,
dan hanya menambah sesuatu yang substansial dalam wejangan Samuel (1Sam 12) dan
dalam nubuat Natan (2Sam 7).
Tetapi menurut Mayes
pengarang ini menambah banyak:
· memasukkan kisah
perampasan tabut (1Sam 4-6) dengan maksud untuk mengilustrasikan akibat
kemerosotan ibadat di bawah anak-anak Eli (1Sam 2);
· memasukkan juga
kisah perpindahan tabut ke Yerusalem (2Sam 6) untuk menegaskan bahwa Allah
melalui tabutnya kembali hadir di tengah Israel pada masa pemerintahan wangsa
Daud;
· menambahkan pula
gambaran Samuel sebagai hakim dan penyelamat (1Sam 7), dan sebuah tradisi tentang
Saul sebagai penyelamat (11).
Pengarang tersebut mau menampilkan Samuel dan Saul sebagai orang yang
masih meneruskan masa para hakim-penyelamat.
Pengarang sejarah
deuteronomistis - menurut Mayes - menerima institusi kerajaan
dan raja yang ditunjuk Allah, tetapi hanya sejauh menyangkut wangsa Daud yang
menerima janji Allah untuk selama-lamanya. Pengarang meredaksikan kembali
nubuat Natan, untuk menekankan kelangsungan dinasti Daud untuk selama-lamanya
(2Sam 7:16,18-21,25-29). Pandangannya tentang wangsa Daud sebagai raja-raja
yang ditunjuk Allah, menyebabkan dia kurang menghargai raja Saul yang dipandang
sebagai hakim-penyelamat lebih daripada sebagai raja.
Editor
deuteronomistis kemudian memasukkan tema-temanya sendiri, khususnya dalam 1Sam 12. Ia
menurut Mayes secara prinsipial anti kerajaan. Menurutnya, Israel berdosa
dengan meminta seorang raja, sebab hal itu bertentangan dengan peranan Allah
sebagai Raja (1Sam 7:3i, 8:6b-10, 10:18i, 12:1-25).
Dalam nubuat Natan ia memindahkan tekanan dari tokoh raja kepada kesejahteraan
bangsa (2Sam 7:10-11a, 22-24).
Bagi bangsa, kendati pun harus menjalani hukuman akibat dosa mereka, tetap ada
harapan kalau mereka berpegang pada hukum Allah.
Aneka ragam bahan yang
berkaitan dengan Daud dalam 2Sam 21-24, mungkin merupakan tambahan pasca deuteronomistis; disisipkan pada akhir kisah Daud
sebelum ditutup dengan berita kematiannya (1Raj 2:10ii). Sama seperti sudah
kita lihat juga terjadi pada bagian akhir kitab Ulangan dan Yosua, sebelum
berita kematian Musa dan Yosua.
F. Kitab
Raja-raja
Kitab 1 & 2 Raja-Raja
merupakan karya yang terdiri dari tiga bagian utama:
· riwayat raja
Salomo (1Raj 1-11);
· riwayat raja-raja
Israel dan Yehuda sampai kerajaan utara runtuh (1Raj 12 - 2Raj 17);
· sisa riwayat
kerajaan Yehuda sampai runtuhnya kota Yerusalem (2Raj 18-25).
Bagian pertama dan kedua secara jelas dibulatkan dengan suatu refleksi
teologis, bagian ketiga tidak.
1. Riwayat
pemerintahan Salomo
Riwayat Salomo mulai dengan
apa yang lebih tepat disebut bagian penutup Sejarah
Pergantian Daud: Siapa yang akan duduk di atas takhta sesudah Daud (1Raj
1:20-27)? Daud akhirnya menunjukkan Salomo, anak Batsyeba (1:30), anak yang
sejak semula sudah dikatakan “dikasihi Tuhan” (Yedidya, 1Sam 12:24-25). Setelah Daud meninggal, Salomo menumpas
saingannya, Adonia dan partainya (1Raj 2:25,34,46), sampai kerajaan itu kokoh
di tangannya.
Susunan kisah selanjutnya
(bab 3-11) ditentukan oleh dua berita penampakan Tuhan:
· Dalam berita teofani yang pertama (3:4-15)
Salomo digambarkan sebagai raja saleh yang dengan rendah hati meminta “hati
yang peka” (ay 9); lalu diberi hikmat dan pengertian, dan selain itu juga
kekayaan dan kemuliaan. Dalam kisah selanjutnya (3:16-4:34) hikmat dan
kemuliaan / kekayaan Salomo digambarkan secara kongkrit dalam tindakannya
sebagai hakim, administrator, dan guru kebijaksanaan.
Dalam bab-bab berikut (5-8)
kesalehan, hikmat dan kekayaannya mendapat ekspresi tertinggi dalam proyek
pembangunan Bait Allah yang merupakan pusat dan puncak seluruh riwayat Salomo.
Raja dilukiskan tak hanya sebagai pendiri bangunan Bait Allah tetapi juga
sebagai perintis ibadat Bait Allah
(bab 8).
1-2 Daud diganti Salomo
3 Penampakan I: Janji hikmat maupun
kekayaan/ kemuliaan
3:16-4:34 Hikmat dan kemuliaan Salomo
5-8 Salomo mendirikan Bait Allah &
memprakarsai ibadat
9 Penampakan
II: peringatan tentang ibadat berhala dengan akibatnya
9:10-10:29 Kemuliaan dan hikmat Salomo
11 Salomo mendirikan bukit pengorbanan
bagi dewa-dewa; dan hukumannya
· Dalam berita teofani yang kedua (9:1-9), yang
langsung menyusul kisah pembangunan dan pentahbisan Bait Allah, disinggung
kemungkinan bahwa Salomo akan murtad dan beribadat kepada allah lain.
Hukumannya akan dahsyat: pembuangan dari negeri dan kehancuran Bait Allah
(9:6-9). Dalam sisa bab 9 dan bab 10 dilukiskan sekali lagi kemuliaan dan
kekayaan Salomo, dengan masih menyinggung juga hikmatnya (10:4-8,23-24).
Baru dalam bab 11
kemungkinan murtadnya Salomo mulai nyata: waktu Salomo sudah tua, isteri-isteri
asing mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain dan ia mendirikan bukit
pengorbanan bagi mereka (ay 1-8). Kontras dengan bab 5-8 sangat tajam.
Seharusnya ancaman yang
disampaikan dalam teofani kedua mulai berlaku; tetapi karena Daud dan Yerusalem ancaman
itu diringankan dan pelaksanaannya ditunda sampai sesudah kematian Salomo (ay
9-13). Kendati pun demikian, selama hidup Salomo bayangan malapetaka itu sudah
mulai tampak:
· bangsa Edom dan
Aram melepaskan diri dari “Israel Raya” (ay 14-25);
· juga Yerobeam,
menteri tenaga kerja rodi, memberontak (ay 26). Biarpun kini belum berhasil (ay
40), sukses Yerobeam di masa depan dijamin oleh nubuat Ahia, nabi yang
membulatkan riwayat Salomo dengan memberikan suatu evaluasi ala Ulangan (ay
29-39).
2. Raja-Raja
Israel dan Yehuda
Setelah memberi perhatian
yang besar dan mendalam kepada seabad sejarah Samuel, Saul, Daud dan Salomo
(1Sam - 2Raj 11), KSDtr dengan lebih cepat menyelesaikan sisa sejarah kerajaan
Israel dan Yehuda. Tak kurang dari tiga setengah abad sejarah kerajaan
dilaporkan dalam satu setengah kitab saja, yang dengan tepat disebut kisah raja-raja Israel dan Yehuda,
sebab kerangkanya atau tulang punggungnya ialah rangkaian kronik singkat semua
raja yang pernah menduduki tahta di Israel atau Yehuda.
Kronik-kronik singkat tentang
masing-masing raja Israel dan Yehuda disusun menurut pola yang kurang lebih
sama:
1. Data kronologis (bdk. misalnya 1Raj 15:1-2,
9-10,25):
a) Dalam
tahun ke ..............
b) zaman
................, raja Israel / Yehuda,
c) ..........
menjadi raja atas Yehuda / Israel.
d) Ia
memerintah ............. tahun lamanya”.
2. Penilaian pemerintahan raja dari sudut
pandangan agama / ibadat (misalnya 15:3, 11-15, 26).
3. Selebihnya tentang riwayat dan tindakan raja
tersebut dapat dicari dalam “kitab
sejarah raja-raja Israel / Yehuda” (15:7,23,31).
4. Untuk raja-raja Yehuda ada catatan tentang
kematian dan penguburan raja dan tentang penggantinya (15:8,24).
Yang paling disoroti oleh aliran Deuteronomistis dalam berita
pemerintahan masing-masing raja ialah sikapnya
dalam hal agama. Selain penilaian dari sudut itu, pengarang hampir tidak
memberikan informasi tentang pemerintahan raja ybs; paling-paling hanya satu
dua ayat saja misalnya tentang peperangan (15:6), kudeta (15:27 dst), atau
pendirian sebuah ibukota yang baru (16:24). Hal ini menunjukkan bahwa kitab ini
tidak dimaksudkan sebagai karangan sejarah yang biasa.
Namun beberapa kali kronik
ringkas tentang raja-raja meluas. Di tengah kronik disisipkan cerita-cerita
tentang peristiwa-peristiwa yang penting bagi pengarang, ada kalanya disertai
evaluasi. Perluasan seperti itu terdapat pada titik-titik balik dalam sejarah
Israel dan Yehuda. Cerita-cerita tambahan itu selalu juga menampilkan seorang
atau beberapa orang nabi yang memainkan peranan yang menentukan pada saat-saat
itu.
1Raj 12-14 Pecahnya kerajaan (nabi Ahia)
|
|
1Raj 15-16
Dari raja Abiam
sampai Ahab
|
|
1R 17-2R 11 nabi Elia,Elisa, Kudeta r.Yehu
|
|
2Raj 12-16
Dari raja Yoas
sampai Ahas
|
|
2Raj 17 Keruntuhan kerajaan Israel
|
|
2Raj 18-20
Raja Hizkia dan nabi Yesaya
|
|
2Raj 21
raja Manasye
dan Amon
|
|
2Raj 22-23 Pembaharuan oleh raja Yosia
|
|
2Raj 23-24
Dari raja Yoahas
sampai Zedekia
|
|
25 Runtuhnya
kerajaan Yehuda.
|
|
|
|
Peristiwa pertama yang
sangat menentukan untuk sejarah kerajaan ialah pecahnya kerajaan setelah kematian Salomo. Berkaitan dengan
peristiwa ini dikumpulkan aneka ragam cerita yang disisipkan dalam riwayat raja
Rehabeam dan Yerobeam.
· Pertama-tama
disajikan kisah sejarah tentang sikap keras dan gegabah raja Rehabeam, anak Salomo, yang menyebabkan suku-suku utara
memisahkan diri dari wangsa Daud (1Raj 12:1-20).
· Kemudian
disajikan berita tentang dosa Yerobeam:
anak sapi emas didirikan oleh Yerobeam di Dan maupun di Betel (12:26-32).
· Selain itu ada
tiga kisah nabi: 12:21-24, 13, 14:1-16. Kisah terakhir menampilkan nabi Ahia yang dulu telah membawa nubuat
keselamatan kepada Yerobeam, bahwa ia akan mendapat sepuluh bagian dari
kerajaan Salomo (1Raj 11:29-39). Nubuat itu sudah terpenuhi. Tetapi sekarang,
setelah Yerobeam mendirikan anak-anak sapi itu, nabi Ahia disuruh membawa
nubuat kecelakaan, bahwa Tuhan akan mendatangkan malapetaka kepada keluarga
Yerobeam. Nubuat inipun akan segera digenapi (15:29-30).
Kumpulan kisah berikut, yang
paling luas dalam kitab Raja-Raja (1Raj 17 - 2Raj 10), menyangkut bentrokan keras antara beberapa raja Israel
dengan beberapa nabi Tuhan yang ternama. Di tengah riwayat-riwayat
pemerintahan raja Ahab, Ahazia dan Yoram (wangsa Omri yang sinkretistis!)
disisipkan pelbagai cerita tentang nabi-nabi yang memperjuangkan kesetiaan
bangsa kepada YHWH, Allah Israel: selain kedua lingkaran cerita yang panjang
tentang nabi Elia (1Raj 17-19,21,
2Raj 1) dan nabi Elisa (2Raj 2-9) ada
pula beberapa cerita tentang nabi-nabi lain (1Raj 20:13 dst, 35 dst, 22:1-28).
Kisah tentang revolusi Yehu dalam 2Raj 9-10 harus dibaca dalam
kaitan dengan cerita nabi-nabi itu, sebab merupakan perwujudan dari nubuat
mereka (9:25-26, 10:10,17). Sesuai dengan firman Tuhan yang diucapkan Elia,
Yehu membunuh keturunan raja Omri, wangsa para penyembah Baal.
Peristiwa terakhir yang
penting bagi kerajaan utara ialah kehancurannya
di tangan Asyur. Penghancuran itu sendiri diceritakan dengan singkat sekali
(2Raj 17, hanya ay 3-6), tetapi disusul dengan suatu uraian teologis yang
panjang, yang menyajikan pandangan tentang sebab-sebab malapetaka itu (ay
7-23). Kehancuran kerajaan utara diartikan sebagai akibat dosa Israel (ay 7)
yang meneruskan bermacam-macam bentuk ibadat yang tidak sah (ay 8-12, 16-17).
Kendati diberi peringatan oleh nabi-nabi
(ay 13), Israel terus menolak Perjanjian Allah (ay 15). Akar semuanya itu ialah
dosa Yerobeam (ay 21-22) yang merupakan sebab yang terdalam bahwa Israel
ditolak dan akhirnya dibuang ke Asyur (ay 18-20,23).
3. Sisa
Kerajaan Yehuda
Bagian ketiga dan terakhir
kitab Raja-Raja membicarakan sisa sejarah kerajaan Yehuda, yang berlangsung
hampir satu setengah abad lagi, dari raja Hizkia (715-687) sampai dengan Pembuangan
ke Babel (587). Ketiga momen yang paling disoroti dalam bagian kitab ini
adalah:
· penyelamatan kota
Yerusalem pada masa pemerintahan Hizkia,
· reformasi yang
dijalankan oleh raja Yosia,
· runtuhnya
kerajaan Yehuda di tangan Babel.
Dalam kronik tentang raja Hizkia disisipkan sebuah kumpulan kisah
tentang pengepungan Yerusalem oleh
raja Asyur, penyelamatan kota secara ajaib, sakit dan sembuhnya raja Hizkia,
dan peranan nabi Yesaya dalam semua
peristiwa itu (2Raj 18:13-20:19; kisah ini dimuat juga dalam kitab Yesaya, bab
36-39).
Perluasan kisah yang berikut
adalah berita tentang penemuan kitab
Taurat (inti kitab Ulangan) dalam Bait Allah dan usaha pembaharuan sesuai dengan ketetapan kitab Taurat itu (2Raj
22:3-23:27). Kisah itu disisipkan dalam riwayat Yosia, raja yang menjalankan
pembaharuan tsb. Kisah ini memegang tempat kunci dalam keseluruhan sejarah yang
disajikan dalam kitab Raja-Raja. Sebab pembaharuan Yosia membalikkan semua
penyelewengan ibadat yang telah terjadi sepanjang sejarah raja-raja itu, mulai
dari raja Salomo (bdk 2Raj 23:5,11,12,13,15,19).
Kitab Raja-Raja berakhir
dengan berita tentang runtuhnya kerajaan Yehuda. Kejadian-kejadian yang tragis itu, penghancuran kota,
pembakaran Bait Allah, berakhirnyas dinasti Daud, dan pembuangan ribuan
penduduk ke Babel, diberitakan dengan relatif singkat tanpa dramatisasi. Juga
tidak ditambah interpretasi teologis seperti sebelumnya dalam 1Raj 11 dan 2Raj
17. Setelah malapetaka terjadi, minat utama bukan lagi memberi peringatan dan
teguran, tetapi membangkitkan kembali sedikit pengharapan. Menarik, bahwa
kitab berakhir dengan berita singkat bahwa ‑ setelah puluhan tahun ‑ raja
Yoyakhin dikasihani oleh raja Babel (25:27-30).
4. Proses
penyusunan kitab
Berbeda dengan kasus kitab
Yosua, Hakim dan Samuel, dalam kasus kitab Raja-Raja belum tersedia semacam
kitab yang dapat digunakan dan dimasukkan oleh kalangan deuteronomistis ke
dalam karya sejarah mereka yang besar. Yang sudah ada ialah beberapa macam
sumber yang penting.
· Pertama, Kitab Riwayat Salomo (1Raj 11:41), Kitab Sejarah Raja-Raja Israel (1Raj
14:29, dst) dan Kitab Sejarah Raja-Raja
Yehuda (15:7, dst).
· Kedua, tersedia
pula koleksi kisah-kisah tentang nabi
Elia dan Elisa, dan tentang nabi-nabi lain yang berperan dalam sejarah
pergantian raja-raja Israel (bdk 1Raj 11, 12, 14, 22, 2Raj 9-10).
· Ada pula arsip Bait Allah, cerita-cerita rakyat, dst.
Bahan-bahan dari sumber-sumber
tsb., ditambah dengan aneka ragam tradisi lainnya tentang para raja dan nabi,
baru untuk pertama kali menjadi sebuah kitab Raja-Raja ketika diolah oleh pengarang sejarah deuteronomistis. Dalam
kitab Raja-Raja dapat ditunjukkan dengan cukup jelas bahwa pengarang itu
menyusun sejarahnya pada masa raja Yosia. Beberapa indikasi dapat diberikan:
· Rumusan pernilaian tentang keempat raja Yehuda
yang menyusul Yosia agak berbeda bila dibandingkan dengan rumusan pernilaian
tentang raja-raja yang sebelumnya.
· Juga kerangka riwayat keempat raja yang
terakhir itu dirumuskan lebih uniform dan kaku daripada pada raja-raja
sebelumnya.
Dari situ disimpulkan bahwa bagian terakhir 2Raja-Raja merupakan tambahan kemudian oleh
orang lain, yakni editor deuteronomistis pada masa Pembuangan.
Pengarang sejarah
deuteronomistis selalu menilai raja-raja Israel dan Yehuda dengan menempatkan
mereka dalam konteks sejarah yang lebih luas. Rumusannya berbunyi
· “ia melakukan apa
yang benar di mata YHWH seperti Daud,
bapa leluhurnya” (1Raj 15:11, 2Raj 18:3, 22:2), atau
· “Ia melakukan apa
yang jahat di mata YHWH, serta hidup menurut
tingkah laku ayahnya/ Yerobeam; dan menurut dosanya yang mengakibatkan
Israel berdosa pula”.
Dari dua rumusan itu
tampaklah kedua tema utama sejarah raja-raja.
Di satu pihak dikisahkan bahwa dosa
Yerobeam (1Raj 12:26-33) diteruskan oleh semua raja Israel. Hal itu
mencondongkan Israel kepada penyembahan berhala dan ‑ sebagai akibatnya ‑
membawa keruntuhan (2Raj 17), seperti dinubuatkan oleh banyak nabi.
Di lain pihak ada kenangan akan Daud, raja benar yang
telah memprakarsai tempat suci sentral di Yerusalem. Ia serupa Musa (keduanya
disebut “hambaku”); ia dijadikan tolok ukur untuk semua raja Yehuda yang
selanjutnya. Biarpun kebanyakan raja Yehuda tidak memenuhi standard itu, Daud
pula menjadi dasar harapan Yehuda karena ia telah menerima janji dari YHWH
tentang kelanjutan dinastinya untuk selama-lamanya (2Sam 7). Kebenaran Daud
serta janji YHWH kepadanya menjamin bahwa YHWH selalu akan memberi anugerah kepada
Yehuda, sebagaimana tampak dari refren: “oleh karena hambaku Daud dan oleh
karena Yerusalem yang telah kupilih”.
Dari situ dan lebih lagi
dari bagian penutup sejarahnya menjadi jelas bahwa pengarang ini mempunyai
pandangan positip tentang monarki Daud. Karangan sejarahnya memuncak dan
berakhir dengan raja Yosia yang adalah pengganti Daud yang tanpa cela sebab
mengadakan pembaharuan perjanjian, dan reformasi ibadat di Yerusalem, Yehuda
dan Israel, sesuai dengan hukum yang diberikan Musa (2Raj 23:4-20).
Editor
deuteronomistis pada masa Pembuangan melengkapi karya sejarah ini dengan menambah
riwayat beberapa raja terakhir yang telah menyeret Yehuda ke dalam malapetaka
pembuangan (2Raj 23:26 - 25:30). Karena catatannya yang terakhir menyangkut
pembebasan Raja Yoyakhin di Babel pada thn 561SM, umumnya diandaikan bahwa
editor itu bekerja sekitar waktu itu. Pernilaiannya tentang keempat raja
terakhir Yehuda adalah uniform negatif: “Ia melakukan apa yang jahat di mata
YHWH tepat seperti yang dilakukan nenek moyangnya/ ayahnya”.
Akhir sejarah kerajaan
Yehuda menyebabkan bahwa pandangan editor terhadap monarki menjadi negatif
sebab akhirnya tidak membawa keselamatan untuk bangsa. Ia mengedit kembali
seluruh sejarah kerajaan Yehuda. Dengan mengadakan sejumlah tambahan ia
menjelaskan mengapa harapan yang dibangkitkan oleh sejarah sebelumnya tidak
terpenuhi dan akhirnya malapetaka itu terjadi. Biang keladi utama adalah raja
Manasye, nenek Yosia, yang pernah menempatkan patung Asyera dalam Bait Allah;
lalu Allah dengan perantaraan nabinya sudah memberitahukan malapetaka untuk
Yerusalem dan Yehuda (21:7-15). Segala usaha pembaharuan raja Yosia tidak lagi
dapat mencegah malapetaka itu, hanya menundanya (22:18ii, 23:26i).
Dengan tambahan-tambahan
senada dalam seluruh kitab Raja-Raja
dan dalam kitab-kitab sebelumnya
editor menjelaskan dan menekankan bahwa malapetaka itu menimpa Yehuda karena
mereka tidak setia kepada hukum perjanjian. Juga wangsa Daud tidak menunjukkan
kesetiaan itu, sehingga akhirnya membawa bangsa kepada keruntuhan. Akan tetapi
penjelasan yang keras itu disertai pemberian sedikit pengharapan, a.l. melalui
berita baik tentang pembebasan rajaYoyakhin
KEPUSTAKAAN
Brueggemann,
W., 1968, "The Kerygma of the Deuteronomistic Historian," Interpretation 22:387-402.
Cross,
F.M., 1973, Canaanite Myth and Hebrew
Epic: Essay in the History of the Religion of Israel, Cambridge, MA:
Harvard U.P., p.217-90.
Fretheim,
T., 1983, Deuteronomistic History,
IBT, Nashville: Abingdon.
Gerbrandt,
G.E., 1986, Kingship according to the
Deuteronomistic History, SBLDS, Atlanta: Scholars Pr., 229p.
Mayes,
A.D.H., 1983, The Story of Israel between
Settlement and Exile: A Redactoinal Study of the Deuteronomistic History, London:
SCM.
Nelson,
R.D., 1981, The Double Redaction of the
Deuteronomic History, JSOTSup 18, Sheffield: JSOT Pr.
Noth,
M., 1981, The Deuteronomistic History, JSOTSup
15, Sheffield: JSOT Pr. (Ueberlieferungsgeschichtliche
Studien, Halle, 1943).
Peckham,
J.B., 1985, The Composition of the
Deuteronomistic History, Harvard Semitic Monographs 35, Atlanta: Scholars
Pr.
Wolff, H.W., 1975, "The Kerygma of the
Deuteronomic Historical Work," The
Vitality of Old Testament Traditions, ed. W.Brueggemann and H.W.Wolff,
Atlanta: Knox.
PERTANYAAN-PERTANYAAN
1. Dalam Alkitab Kristen-Katolik, Taurat disusul
oleh kelompok kitab sejarah yang mana? Jelaskan perbedaannya dengan
pengelompokan dalam Alkitab Ibrani?
2. Apa yang mendukung kesan bahwa Yosua,
Hakim-Hakim, Samuel dan Raja-Raja adalah kitab-kitab yang masing-masing berdiri
sendiri?
3. Bagaimana batas-batas antar kitab dan
struktur keseluruhan kisah memperkuat kesan bahwa kitab-kitab Yosua sampai
Raja-Raja merupakan suatu kesatuan? Apakah kisah panjang ini pantas disebut
karya sejarah?
4. Bagaimana pandangan Martin Noth tentang
kesatuan dan peredaksian Kitab Yosua s/d Raja-Raja?
5. Bagaimana pandangan F.M.Cross dkk. Tentang
kesatuan dan proses penyusunan Karya Sejarah Deuteronomistis (KSDtr)?
6. Bagaimana Mayes menyimpulkan benang merah
serta pandangan pokok dari KSDtr edisi pertama, yang disusun oleh 'pengarang'
deuteronomistis?
7. Tunjukkan bagaimana seorang 'editor' pada
masa pembuangan mengartikan kembali KSDtr tersebut! Apa tandanya bahwa editor
itu tetap menyimpan harapan bagi Israel?
8. Kitab Ulangan
a) Bagaimana susunan Kitab Ulangan? Apa isi
pokok setiap bagian?
b) Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan kitab
Ulangan menurut penelitian sekarang ini?
9. Kitab Yosua
a) Bagaimana susunan kitab Yosua secara garis
besar? Apa isi pokok setiap bagian?
b) Tradisi-tradisi kuno mana tersimpan dalam
kitab ini?
c) Apa yang dilakukan pengarang deuteronomistis
dengan kisah Yosua yang kuno? Apa yang ditekankannya?
d) Apa yang menjadi tekanan baru dalam re-edisi
kitab Yosua pada masa Pembuangan?
10.
Kitab Hakim-Hakim
a) Bagaimana susunan kitab Hakim-Hakim? Apa
isi pokok setiap bagian?
b) Bagaimana proses penyusunan kitab ini
menurut penelitian sekarang?
11.
Kitab Samuel
a) Manakah bagian-bagian utama Kitab Samuel?
Apa isi pokok dari masing-masing bagian itu?
b) Bagaimana Mayes melihat proses perkembangan
kitab Samuel, dan pandangan khas masing-masing tahap perkembangan itu?
12.
Kitab Raja-Raja
a) Bagaimana susunan kisah tentang raja Salomo?
b) Apa isi utama dari bagian kedua kitab
Raja-Raja (1Raj 12 - 2Raj 17)? Manakah ketiga momen yang dikisahkan secara
lebih leluasa?
c) Apa isi bagian terakhir kitab ini? Manakah
ketiga momen terpenting dalam bagian kitab ini?
d) Dari sumber dan bahan macam apakah pengarang
KSDtr menyusun kitab Raja-Raja? Apa visi pengarang tersebut? Apa bedanya dengan
visi editor yang kemudian?