Thomas à
Kempis adalah
seorang mistikus Kristen terkenal dari Abad
Pertengahan. Nama aslinya adalah Thomas Hemerken. Ia lahir di Kempen, dekat kota Koln, pada tahun 1379. Dari situlah ia
mendapat nama Thomas à Kempis. Kempis memiliki banyak tulisan, namun yang
paling terkenal adalah Imitasi Kristus (dalam bahasa Latin Imitatio Christi).
Arti dari buku tersebut adalah mengikuti Kristus. Buku ini terdiri dari
empat jilid dan termasuk karya klasik yang paling digemari. Pada akhir abad
ke-15, buku ini sudah mengalami 99 kali cetak ulang. Kempis meninggal pada
tahun 1471. Isi dari buku pertama adalah mengenai kehidupan di biara, sedangkan isi buku
keempat adalah tentang Perjamuan Kudus. Buku kedua dan ketiga
berisi kehidupan batin dan kerohanian Kristen. Nada dasar buku itu mengajak
pembaca untuk mawas diri dan rendah hati, berdisiplin, serta mempercayakan diri
kepada Allah.
Pada
bagian ini saya akan merefleksikan buku pertamanya yakni tentang nasihat-nasihat
hidup rohani khususnya pad pasal XIII tentang hal menolak godaan. Dalam pasal tersebut, Thomas a kempis mengatakan
bahwa Selama kita hidup di dunia ini, tak mungkin kita luput atau bebas dari
penderitaan dan godaan.
Oleh sebab itu tertulislah dalam
kitab Ajub: Percobaan adalah hidup manusia di atas dunia (Ajub 7.1).
Oleh
karena itu setiap orang wajib waspada terhadap godaan-godaan dan berjaga-jaga
serta berdoa, agar supaya setan yang tidak pernah tidur melainkan
berkeliling serta mencari siapa yang dapat ditelannya (I Petr. 5,8) tidak
mendapat kesempatan untuk memperdayakannya.
Tak
ada seorangpun yang sempurna dan suci, sehingga dia tidak pernah digoda. Tak
mungkin kita terlepas sama sekali daripada godaan.
Tetapi godaan-godaan itu biarpun sukar dan
berat, seringkali sangatlah berguna bagi manusia sebab karena semua itu manusia
menjadi rendah hati, bersih, lagi pula menerima pelajaran.
Semua
orang kudus telah mengalami banyak percobaan serta godaan dan oleh karena itu
mereka memperoleh perkembangan rohani. Mereka yang tidak kuat mengadakan
perlawanan terhadap godaan telah terbuang dan hanyut.
Tak ada satupun ordo
(konggregasi) yang begitu suci, atau tempat yang begitu terpencil dan sunyi,
sehingga di situ orang bebas dari godaan dan kesushan hidup.
Selama manusia hidup di dunia
ini, selama itu tiada pernah dia bebas dari godaan. Sebab godaan itu bersumber
di dalam diri kita sendir: karena manusia dilahirkan di dalam keinginan daging.
Baru
saja godaan yang satu berlalu, maka sudah muncullah percobaan yang lain, dan
begitu terus menerus ada-ada saja yang kita alami, karena hak menikmati keadaan
bahagia yang mula kita miliki sudah lenyap.
Banyak
orang yang berusaha menghindari percobaan-percobaan itu, tetapi akibatnya dia
justru malah jatuh lebih dalam tertimpa godaan-godaan tersebut.
Dengan jalan menghindar saja,
kita tak akan menang. Tetapi dengan sabar dan rendah hati yang sesungguhnya kita
akan menguasai semua musuh kita.
Barangsiapa hanya lahirnya saja
menyingkirkan kejahatan, tetapi tidak memberantasnya sampai ke akar-akarnya,
maka dia hanya sedikit mencapai kemajuan, malahan godaan akan lebih cepat
menyerangnya kembali dan dia akan merasa lebih menderita.
Dengan
perlahan-lahan, dengan penuh kesabaran dan ketenangan hati, serta dengan
pertolongan Allah, kita akan lebih mudah dapat mengalahkan musuh-musuh kita,
daripada dengan kekerasan dan kebengisan terhadap diri kita sendiri.
Hendaklah kita seringkali minta
nasihat, bila kita sedang di serang godaan-godaan dan janganlah kita bertindak
keras terhadap mereka yang sedang mengalami percobaan, tetapi hiburlah mereka
itu seperti kita sendir ingin diperlakukan oleh orang lain.
Pangkal
segala kejahatan pada godaan itu terletak pada ketidak tentraman batin kita dan
pada kurang kepercayaan kita akan Tuhan.
Sebab ibarat sebuah kapal yang
tak berkemudi terombang-ambing oleh gelombang kesana-kemari, demikian pulalah
orang yang lemah dan kurang tenang, serta tidak sanggup meneruskan maksudnya,
terjerat dalam pelbagai godaan. Api menguji besi dan godaan menguji orang yang
saleh.
Kita
tidak mengetahui kekuatan kita, tetapi percobaan menunjukkan sampai dimanakah
kesanggupan kita.
Oleh
karena itu kita harus waspada, lebih-lebih pada permulaan godaan. Sebab
demikian musuh akan lebih mudah dikalahkan, bila ia sama sekali tidak kita
perbolehkan memasuki pintu gerbang jiwa kita, tetapi segera kita usir ketika
dia mengetuk pintu.
Seorang
pujangga pernah menulis sebagai berikut: “Dari awal adakanlah perlawanan yang
pesat, sebab datangnya obat akan terlambat bila karena terlalu lengah penyakit
telah menjadi payah” (Ovid. De Remed. II, 91).
Mula-mula di dalam hati kita
memang hanya timbul sebuah pikiran biasa saja, kemudian dengan giat muncullah
angan-angan kita, selanjutnya rasa lezat, lalu keinginan jahat, dan pada
akhirnya persetujuan kita.
Demikianlah
lambat-laun musuh yang jahat itu akan menguasai jiwa kita seluruhnya, jika pada
permulaan dia tidak segera kita lawan. Dan makin lama orang melalaikan
perlawanan, semakin lemahlah keadaan batinnya, sebaliknya semakin kuatlah
kedudukan si musuh.
Sementara
orang menderita godaan paling hebat pada waktu permulaan bertobatnya kepada
Tuhan, sedangkan orang lain pada akhir hidupnya. Orang lain lagi selama
hidupnya seakan-akan selalu mengalami penderitaan digoda dan dicoba.
Tetapi
ada juga orang yang hanya mengalami percobaan yang ringan. Itu semua sesuai
dengan kebijaksanaan dan keadilan Tuhan. Sebab Tuhanlah yang menimbang-nimbang
kekuatan dan jasa masing-masing orang dan mengatur semuanya, untuk kebahagiaan
orang-orang yang dipilihNya.
Karena
itu tak usalah kita putus asa, bila kita mendapat percobaan; tetapi hendaklah
kita lebih giat berdoa kehadirat Tuhan, agar Tuhan sudi membantu kita dalam
sebala cobaan. Sebab menurut kata-kata St. Paulus: “Dengan adanya godaan Ia
juga akan memberi jalan untuk keluar (1 Kor. 10.13), hingga kita tetap dapat
berdiri.
Hendaklah
kita merendahkan diri kita di bawah pimpinan Tuhan, bila kita menderita godaan
dan percobaan: sebab Tuhan akan menolong mereka yang rendah hati dan
memuliakanNya.
Dalam godaan dan cobaan orang diuji sampai di
mana ia telah mencapai kemajuan, karena itu ia mendapat lebih banyak anugerah
dan tampak lebih terang kebajikannya.
Bukanlah
hal yang luar biasa, bila seorang tinggal saleh dan bernyala-nyala kerajinannya
selama ia tidak mengalami kesukaran-kesukaran, tetapi apabila di dalam waktu
percobaan ia tetap tinggal sabar, maka sungguh ada harapan baginya, bahwa ia
akan mengalami pertumbuhan rohani yang subur.
Sementara
orang terhindar dari godaan-godaan yang besar, tetapi seringkali mereka itu
mengalami kekalahan dalam perkara yang kecil-kecil dalam hidupnya sehari-hari.
Hal ini maksudnya agar dalam menghadapi hal-hal yang kecil itu mereka tetap
rendah hati dan dalam mengalami soal yang besar-besar mereka sekali-sekali
tidak akan percaya kepada kekuatan diri sendir, sebab dalam yang yang
kecil-kecil saja telah terbukti, bahwa mereka mengalami kekalahan.
Itulah yang dikatakan oleh Thomas. Begitu banyak godaan yang
saya dapatkan dalam hidup ini. Baik itu yangn kadarnya tendah maupun yang
begitu berat. Apalagi ktika saya memilih untuk menempuh jalan dalam hidup
membiara. Namun sebagaimana yang dikatakn oleh Thomas begitu pula yang terjadi
dengan saya. Godaan-godaan tersebut menjadi pelajaran yang berguna bagi saya
dan tentunya njuga bagi orang lain. Ketika pertama kali memilih untuk masuk
CICM, saya berpikir untuk sama sekali tidak melamar untuk masuk dalam jalan tersebut. Hal utama yang
mengganggu pikiran saya adalah bagaimanakah jika suatu saat nanti saya
dikeluarkan? Sebenarnya hal ini merupakan hal sepeleh bagi orang lain tetapi
tidak bagi saya. Baik orang tua mauoun keluarga saya yang lainnya sangat
mendukung bahkan memperingatkan saya agar terus berjalan di jalan ini. Hal yang
saya takutkan adalah apakah mereka akan tetap menerima saya sebagaimana
biasanya apabila suatu saat nanti saya dikeluarkan dari biara?
Namun, seiring perjalanan waktu, oemikiran tentang
dikeluarkan dan ditolak oleh keluarga dilupakan karena saya bahagia dengan
kehidupan saya yang sekarang dan saya sangat menikmaati dalam hidup membiara.
Namun, godaan demi godaan semakin banyak yang datang. Ketika saya mulai aktif
dalam kegiatan-kegiatan OMK, sebagaiamana manusia pada umumnya, saya mulai
tertarik pada seorang lawan jenis. Bahayanya bahwa ia juga menyatakan hal yang
demikian. Hal inilah yang menjadi factor utama yang membuat saya berpikir lebih
dalam lagi tentang panggilan hidup saya yang sebenarnya.
Dulu, saya sering mengatakan kepada teman-teman yang tertarik
kepada kaum hawa bahwa, ingat kita lebih dahulu mengenal CICM daripada
perempuan-perempuan yang baru kita kenal sekarang. Tetapi ketika saya
mengalaminya, (tertarik kepada lawan jenis) pikiran saya pun berubah menjadi
sebuah pertanyaan besar, mungkinkah Tuhan mengantar saya masuk ke dalam CICM
untuk bertemu dengan si dia? Karena bagaimanapun juga saya tidak akan bertemu
dengan dia apabila saya tidak menginjakkan kaki di Jakarta bersama dengan CICM.
Bersamaan dengan perasaan galau akan pilihan ini, muncullah rasa bersalah dalam
diri saya akan CICM. Begitu besar peran CICM dalam pendidikan saya tetapi
inikah balasan saya, meninggalkan CICM begitu saja dan berpaling kepada si dia
yang baru saya kenal setelah mengenal CICM?
Itulah godaan terbesar dalam menjalankan hidup membiara bagi
saya. Jika waktu bisa berputar kembali maka saya akan memilih untuk tidak
berkenalan dengan dia. Tetapi muncul lagi pemikiran lainnya. Apakah jiak, saya
tidak mengenal kaum hawa lantas matangkah panggilan saya ini, bagaimana jadinya
ketika sudah menjadi imam baru saya mengalami jatuh Cinta? Akhirnya kembali
kepada nasihat Thomas a Kempis bahwa godaan-godaan tersebut menjadikan saya
lebih dewasa. Apabila saya dapat melewati godaan tersebut maka merupakan suatu
keajaiban besar dalam hidup saya. Jika memang tidak bisa saya hadapi maka saya
hanya berharap agar Tuhan senantiasa menuntun saya untuk hidup yang benar dan
menjalankan apa yang menjadi ajaran-Nya.
Sumber Acuan:
Kempis, Thomas
a. Mengikuti Jejak Kristus. Jakarta:
Obor. 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar