Berbicara mengenai pengalaman, berarti saya harus melihat kembali kehidupan saya selama ini, terutama yang berhubungan dengan hidup mennggereja. Sejak menganut agama Katolik kurang lebih sepuluh tahun yang lalu, saya tidak lantas menjadi orang katolik yang baik, apalagi aktif dalam kegiatan di Gereja. Tiga tahun pertama, saya jarang pergi ke gereja dikarenakan jarak yang terlalu jauh dan tidak adanya alat transportasi. Jadi untuk pergi beribadah saja jarang apalagi ambil bagian dalam kegiatan di Gereja seperti halnya menjadi putra altar atau kegiatan lainnya. Paling kurang saya cukup aktif mengikuti doa lingkungan, atas dasar karena saya jarang pergi ke Gereja jadi saya menggantinya dengan aktif di lingkungan. Dari sekian banyak umat lingkungan yang hadir dalam acara doa tersebut, saya adalah umat yang paling muda usianya.
Ketika saya tinggal di asrama
katolik di Kotabumi, saya cukup terlibat dalam kegiatan di gereja seperti putra
altar dan juga kunjungan ke stasi-stasi bersama bruder ataupun juga pater.
Mereka memperbolehkan saya menjadi putra altar walaupun saya belum resmi
menjadi katolik. Asrama Katolik tempat dimana saya tinggal berada di wilayah
Paroki Kabar Gembira, Kotabumi, lampung Utara. Paroki yang tidak terlalu besar,
tetapi memiliki banyak stasi di tempat-tempat yang terpencil. Hampir setiap
minggu saya diajak untuk mengunjungi stasi-stasi tersebut. Saya sangat
menikmati kunjungan-kunjungan tersebut, walaupaun saat itu saya bukan seorang
katolik. Dengan jumlah Imam yang hanya berjumlah 3 orang ditambah 2 orang Bruder,
mereka harus melayani stasi-stasi yang cukup banyak dengan jarak yang sangat
berjauhan. Dalam satu hari kunjungan, seorang Imam atau Bruder bisa mengunjungi
tiga sampai empat stasi.
Selama ini saya tinggal secara
berpindah-pindah tempat tinggal, dan jarang sekali menetap. Dulu saya tinggal
di paroki St. Bernadeth Ciledug, tetapi sekarang saya masuk di wilayah paroki
St. Martinus, Bandung. Tidak banyak yang pengalaman yang bisa saya ceritakan
tentang hidup menggereja. Dulu saya beranggapan bahwa kehidupan di sekitar
gereja terlalu eksklusif. Hanya itu-itu saja. Seperti OMK, Putra Altar, dan
lain-lain. Sementara saya lebih suka dan menikmati bergaul dengan berbagai
kalangan tidak melulu di kalangan orang-orang katolik.
Di Paroki St.Martinus Bandung, tempat
dimana keluarga saya sekarang tinggal, adalah paroki di wilayah Bandung
pinggiran. Umatnya didominasi orang-orang china dan juga jawa. Karena jarak
antara rumah dan gereja tidak terlalu jauh, membuat saya lebih sering terlibat
dalam kegiatan di gereja. Selama ini saya lebih banyak menghabiskan waktu di luar
rumah. Setelah menjadi orang Katolik mungkin hanya terhitung tiga tahun saja
saya tinggal bersama keluarga, setelah itu masuk seminari menengah dan seminari
tinggi.
Selama berada di seminari tinggi,
saya belum pernah mendapat tugas atau tanggung jawab di paroki, tetapi lebih
pada kehidupan sosial seperti mengajar dan juga di komunitas-komunitas anak
jalanan maupun pemulung. Saya memiliki harapan bahwa hidup menggereja ada
baiknya tidak melulu pada hal-hal sakramen, tetapi selain juga menjaga dan memelihara
hubungan yang kuat sebagai keluarga besar di dalam Kristus, hubungan itu juga
harus menjadi hubungan yang universal dan tidak terbatas pada segi agama,
budaya, dan juga tingkat sosial di masyarakat.
saya senag karena banyak sakramen agar membatu orang -orang yang berdosah
BalasHapus