Kiranya hanya sedikit orang yang tidak
menyebut Kant jika kita bertanya siapa filosof Zaman modern yang paling
menentukan pemikiran filsafat kemudian hari.Filosof yang memiliki irama hidup yang teratur, bahkan
rutin itu mengubah gaya manusia berpikir dengan pemikirannya yang radikal.
Bukan seakan-akan semua pikiran Kant sekarang masih diterima umum, tetapi
rumusan kerangka permasalahan kant yang sampai sekarang untuk sebagaian tetap tidak dapat dihindari.Rupanya
ajaran Kant berkaitan dengan Estetika Transendental : Pengetahuan pada taraf
indra, masih menyisahkan sebuah persoalan. Di sini saya mau memberikan
tanggapan kritis terhadap ajaran Kant yang masih menjadi persoalan
tersebut, teutama berkaitan dengan Das Ding An Sich.
Hidup dan Karya Kant
Immanuel Kant adalah seorang filsuf
besar yang pernah tampil dalam pentas pemikiran filosofis Zaman Afklarung
Jerman menjelang akhir abad ke-18.Kant lahir
pada tanggal 22 April 1724 di Konigsberg, ibukota Prussia Timur, Jerman
(sekarang :kalininggrad, masuk wilaya Russia).[1]
Pada usia delapan Tahun Kant memulai pendidikan formalnya di Collegium Fridericianum, sekolah yang
berlandaskan semangat peitisme. Mulai
1740 : belajar filsafat, matematika, ilmu pengetahuan alam dan karena rasaingin
tahunya, dia juga belajar teologi.Tahun 1755 : mendapat gelar doktor dengan disertasi
berjudul: uraiansingkat dari sejumlah
pemikiran tentang Api ( meditationum quarundumde igne uccintadelineatio), setelah itu dia bekerja sebagai privatdozent di Konigsberg.[2]
Masa kehidupan kant sebagai privatdozent (1755-1770) dikenal sebagai masa pra-kritis.
Pada masa itu Kant dipengaruhi oleh Rasionalisme ala Leibniz dan Wolff.Pada
periode ini Kant adalah seorang dosen yang sangat luar biasa dalam
penguasaannya atas hampir semua ilmu waktu itu.
Kant hidup
membujang seumur hidupnya.Kegiatan Kant dari hari ke hari berjalan dengan
sangat tertib dan monoton. Setiap hari Kant mempunyai acara yang sama. Konon
karena begitu teratur acara harian Kant, maka penduduk Konigsberg tahu bahwa waktu
menunjukkan pukul setengahlima sore bila mereka melihat Kant melewati halaman
balai kota dengan tongkat kayu dan jas kelabunya.
Pada tahun 1770
Kant dikukuhkan sebagai Profesor. Sekitar tahun 60-an-70-an ini, Kant mulai
meninggalkan sistem filsafat wolff dan Leibniz dan berkat filsafat Hume, kant
mengaku bangun dari tidur dogmatis-nya, dan memulai suatu filsafat yang
dinamakannya sendiri “Kritisisme”. Terbitnya buku “Kritik atas Budi Murni”
dapat dianggap sebagai tonggak pertama yang menandai masa kritisisme Kant.
Pada hari Minggu
tanggal 12 Februari 1804 pukul 11.00 siang kant meninggal dalam Usia 80 tahun.
Dengan upacara yang meriah dan dihadiri ribuan tamu terhormat, jenasanya
dikuburkan di serambi samping gereja induk kota Konigsberg.
Estetika
Transedental : Pengetahuan Pada Taraf Indra[3]
Menurut Kant,
tidak seluruh pengetahuan berasal dari pengalaman, walaupun dia menerima
pandangan para filsuf empiris bahwa pengetahuan berhubungan dengan pengalaman
indrawi. Berhubungan dengan objek pengetahuan diluar diri kita ? menurut Kant
dalam ‘estetikatransedental’ adalah lewat intuisi lansung dengan
pengandaiaan bahwa intuisi kita dipengaruhi oleh objek dengan cara
tertentu. Kemampuan subjek untuk menerima representasi objek disebut ‘‘sensibilitas’’
atau kemampuan mengindrai. Jadi intuisi manusia adalah intuisi indrawi. Efek
sebuah objek kemampuan pikiran sejauh dipengaruinya disebut pengindraan.Objek
pengindraan disebut penampakan.
Kant mengatakan
bahwa ada dua unsur dalam penampakan objek yaituunsur materi (bentuk) dan unsur
bentuk (forma). Forma merupakan unsur a
priori dari pengindraan sedangkan materi merupakan unsuraposteriori.Menurutnya
pengetahuan kita selalu meupakan sintesis dari unsur a priori dengan aposteriori.Pada tingkat pencerapan indrawi sudah dua unsur apriori yaitu ruang dan waktu (raum
dan zeit). Kant mengatakan bahwa keduanya adalah struktur–struktur
dalam diri subjek. Bagi kant ruang dan waktu bukanlah bagian dari realitas yang
empiris, melainkan merupakan perlengkapan mental, instrument rohaniah yang
menggarap data-data indrawi. Pada tingkat ini baru terjadi pengalaman manusia,
belum pengetahuan.[4]
Implikasi dari
pernyataan di atas adalah bahwa memang ada realitas yang berdiri sendiri ; kant
menatakan : ada benda pada diri sendiri ( Das
Ding An Sich) tidak kita ketahui. Menurut kant memang “das ding an sich” tidak kita ketahui, tetapi kenyataan empiris
selalu sudah merupakan sintesis antara unsur a priori dan a posteriori.
Kenyataan yang tampak itu tidak hanya kelihatannya berada dalam ruang dan
waktu, melainkan sungguh berada dalam ruang dan waktu. Keduanya menjadi “
syarat kemungkinan” penampakan objek empiris. Kant mengatakan bahwa ruang dan
waktu itu secara empiris real, karena ruang dan waktu bukan ilusi,melainkan
sesuatu yang nyaa secara indrawi. Secara trasendental ideal real, karena ruang
dan waktu hanya bisa di terapkan pada penampakan, tidak pada “das ding an sich”, jadi ditentukan oleh
struktur subjek.
Tanggapan
AtasDas Ding An Sich
Salah satu faktor
yang melahirkan idealisme jerman yaitu dari dalam filsafat sendiri yaitu,
pandangan kant mengenai das ding an sich.
Pandangan ini menimbulkan sebuah problem
inkosistensi dalam filsafat Kant. Menurut Kant adanya “das ding an sich” ini menjadi sebab unsur materi dari
pengindraan. Das ding an sich itu
tidak bisa diketahui karena melampaui pengetahuan kita. Yang menjadi
pertanyaanya, bagaimana kita dapat mengatakan bahwa ia menjadi sebab sesuatu
?konsep “sebab’ disini dipakai untuk melampai sesuatu yang melampaui
pengetahuan, padahal Kant sendiri menegaskan bahwa kausalitas tidak bisa
dipakai sesuatu yang melampaui pengetahuaan.Selain itu ada kelemahan kedua yang
juga jelas yaitu dengan menetapkan das ding
an sich sebagai sesuatu yang tidak mungkin
diketahui, Kant berada dalam bahaya dogmatisme yang sebenarnya ingin
dikritiknya.[5]
Idealisme
subjektif Fichte mengajarkan bahwa subjek manusiawi itu betul-betul menciptakan
realitas.Maka tidak ada realitas yang berdiri sendiri, terlepas dari keaktifan
subjek. Dengan ini Fiche menolak ajaran Kant bahwa ada benda pada dirinya
sendiri ( das ding an sich) sebagai
realitas mandiri yang menjadi sebab dari pengetahuan kita. Meskipun tentang
realitas itu kita tidak bisa mengetahui apapun. Menurut Fitche, Kant tidak
cukup konsekwen dengan pemikirannya. Dalam kritik der reinen vernunft,Kant sudah melihat bahwa subjeklah yang
mengkonstruksi realitas dan dengan demikian
menciptakan objek-objek. Namun kalau begitu untuk apa Kant masih beranggapan
bahwa masih ada objek atau realitas lain di luar pengamatan subjek? Disini
Fitche lantas meradikalisasi pemikiran Kant dengan mencoret das ding an sich dalam kasanah idealisme
subjektifnya. Menurut Fitche, subjek seperti Allah dalam kitab kejadian ;dunia
diciptakannya dari ketiadaan. Kenyataan pertama adalah subjek yang tengah
berpikir. Saya yang mengatakan ‘aku
adalah aku. Dari aku
kenyataan pertama ‘aku absolut ini muncul
segala sesuatu yang lain.[6]
Dalam duduk
perkara idealisme Shelling yang menjadi permasalahannya adalah korelasi subjek
dan objek, roh dan alam. Kant
menekankan peranan subjek dalam membentuk kenyataan secara a priori.Akibatnya dia menghasilkan das ding an sichyang tidak diketahui itu. Bagi Schelling ini absurd sebab bagaimana mungkin ada
objek yang sama sekali terpisah dari subjek ?subjek memasukan sebuah kerangka a priori tertentu pada kenyataan sudah menunjukan sebuah hubungan
dan mengapa hubungan itu tidak diradikalkan ? Fitche menghapus das ding an sich tetapi dia kemudian mengutamakan
subjek atas objek. Untuk mengatasi dikotomi ini, menurut Schelling, melalui
refleksi, memperlihatkan bahwa alam objektif juga merupakan sistem terpadu yang
dinamis mengarah pada tujuan tertentu yaitu kembali pada dirinya sendiri.[7]
Sama seperti
Fitche, Schelling, dan Hegel, filsafat Schopenhauer pun memiliki hubungan yang
erat dengan filsafat kant. Schopenhauer menyetujui pendapat kant bahwa
jangkauan pengetahuan kita hanya terbatas pada bidang penampakan atau fenomena
belaka, sedangkan realitas pada dirinya sendiri
das ding an sich tetap tinggal
suatu X yang tidak dikenal. Maksudnya : apa yang secara lansung bisa kuketahui
bukannya bendanya sendiri, melainkan gagasan atau ideku mengenai benda itu;
bukan pohon melainkan gagasanku tentang pohon. Implikasnya jelas bagi
Schopenhauer, dunia yang kita lihat dan alami ini, dunia fenomenal adalah dunia
sebagai gagasan.Dunia ini adalah gagasanku.[8]Yang
menjadi pertanyaannya, apakah di balik semua penampakan atau fenomena itu?
Merasa tidak puas dengan jawaban Kant yang mengatakan bahwa benda pada dirinya
sendiri tidak bisa diketahui, Schopenhauer menyelidiki lebih lanjut das ding an sich isi terdalam , hakikat
dunia. Dia berkeyakinan bahwa semua
fenomena dalam dunia sebagai gagasan. Mulai dari gravitasi planet hingga
kesadaran manusia, mulai dari kekuatan-kekuatan alam, proses tumbuhya tanaman,
perilaku instinktual pada hewan sampai dorongan manusiawi untuk mempertahankan diri,
ternyata dipengaruhi, dikontrol, digerakan dan diarahkan oleh keinginan-keinginan
mulai dari harapan yang paling halus dan tersembunyi hingga nafsu yang kuat
mendesak. Menurut Schopenhauer, hakikat dunia ini bukanlah sesuatu yang
rasional melainkan sesuatu yang justru irasional
sifatnya. Unsur irasional ini
kehendak untuk hidup.kalau kant mengatakan bahwa das ding an sich merupakan suatu X yang ada di balik fenomen dan
karenanya tidak diketahuinya, maka Schopenhauer mau menetapakan dengan tegas;
kehendak inilah das ding an sichitu.
Kehendak transedental ini menampakan dirinya dalam milyaran eksistensi , dalam
semua fenomena atau dalam ideku tentang pelbagai fenomena. Dunia sebagai
gagasan mempunyai dasarnya pada dunia sebagai kehendak.
Aguste Comte
sebagai figur yang paling representatif untuk positivisme menolak sama sekali bentuk
pengetahuan lain seperti etika, teologi, seni yang melampaui fenomena yang
teramati. Dalam kritisisme kant masih
menerima adanya das ding an sich
objek yang tidak bisa diselidiki pengetahuan ilmiah. Namun Comte sama sekali
menolaknya, baginya, objek adalah yang faktual. Satu-satunya bentuk pengetahuan
yang sahih mengenai kenyataan hanyalah ilmu pengetahuan. Realita dimengerti
sebagai “ fenomena yang dapat di observasi “. Bagi positivisme yang dianggap
sebagai pengetahuan sejati hanyalah pengalaman objektif yang bersifat lahiriah,
yang bisa diuji secara indrawi.[9]
Daftar
Pustaka
Hardiman, F.
budi,Pemikiran-Pemikiran
yang Membentuk Dunia Modern (dari
Machiavelli sampai Nietzsche),
Jakarta: Erlangga, 2011.
Tjahjadi, simon petrus, Sejarah Filsafat Barat Modern,(manuskrip) Jakarta : Sekolah Tinggi
Filsafat Driyarkara, 2000.
Tjahjadi, simon petrus, Hukum Moral ajaran immnuel Kant Tentang Etika dan ImperatifKategoris,Yogyakarta :kanisisus, 1991.
[1]S.
P. Lili Tjahjadi, Hukum Moral, Ajaran
Immanuel Kant Tentang Etika dan Imperatif Kategoris, (Yogyakarta : kanisuis
) 199. hlm.25.
[2]Ibid. hlm. 26.
[3]F. Budi Hardiman, Pemikiran-pemikiran yang Membentuk Dunia Moder (dari Machiavelli
sampai Nietzsche,(Jakarta: Erlangga,
2011), hlm. 118.
[4]S.
P. Lili Tjahjadi, Sejarah Filsafat Barat
Modern( Manuskrip),(Jakarta : Sekolah Tinggi Filsafat
Driyarkara, 2000), hlm.79.
[5]F.Budi
Hardiman, Pemikiran-pemikiran Yang
membentuk Dunia Modern (dari Machiavelli sampai Nietzsche),hlm. 134-135.
[7]F.Budi
Hardiman, Pemikiran-pemikiran Yang
membentuk Dunia Modern (dari Machiavelli sampai Nietzsche),hlm. 146.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar