Buku dengan judul Bayang-banyang intan ini merupakan buku mengenai perkembangan kebudayaan suku dayak. Adanya maslaah konstruksi kebudayaan dan politik dalam masyarakat meratus. Tsing yag berusaha untuk membangun konstruksi kebudayaan menyatakan bahwa ada tiga unsur yang membentuk marginalitas . ketiga unusur itu adalah perbedaan gender , etnisitas, dan politik atau aturan dalam Negara. Permasalahan marginalitas terjadi di sebuah daerah yang dinamakan daerah meratus. Pada awalnya ialah bahwa Tsing ingin melawan marginalitas dengna cara politik marginalitas. Politik marginalitas menjadi suatu metode atau cara dalam menanggapi persoalan marginalitas di dala suku meratus. Masyarakat meratus pada umumnya tinggal di daerah bukit. Bukit mendapat pandangan negative dari kalangan orang di luar masyarakat daerah meratus. Pandangan negative ini sudah menjadi pandangan umum di daerah Kalimantan. Sehingga masyarakat dayak yang tinggal di bukit mendapatkan julukan sebagai orang-orang yang primitive, kolot, bodoh dan tidak beragama.
Masyarakat suku dayak
melakukan perubahan yang dinamis dimana kebudayaan telah tercampur pula oleh
kebuayaan meratus. Meratus merupakan sebuah daerah diambil dari kata dasarnya
yaitu ratus. Arti dari meratus ialaha keanekaragaman budaya yang ada di
seikitar peguungan meratus. Orang meratus mendapatkan penghidupan mereka dari
hasil hutan. Mereka menolak adanya penebangan liar dan segala maacam yang
dibentuk oleh pemerintah sebagai aksi eksplorasi mereka karena masyarakat
meratus begitu menghormati alam.
Pemerintah selalu
mengganggap bahwa suku dayak tidak mau menerima kebudayaan baru. Mereka tetap
berpegang teguh pada apa yang menjadi kebudayaan mereka sejak zaman dulu atau
nenek moyang. Hal ini tidak memberikan pengertian bahwa masyarakat suku dayak tidak
mau menerima kebudayaan baru. Inilah yang menjadi suatu pertentangan bagi
pemerintah bahwa masih ada masyarakatnya yang masih terbelakang. Salah satu
yang membuat masyarakat suku dayak memepertahankan kebudayaan ialah karena
mereka ingin tetap terus kebudayaannya tidak lenyap oleh kebudayaan baru
tersebut.
Hal ini yang menjadi
suatu perdebatan antara pemerintah dengan masyarakat suku dayak. Untuk dapat
melawan pendapat negative pemerintah terhadap masyarakat suku dayak maka
melalui cara politik marginalitas, masyarakat suku dayak melawan tekanan
pemerintah terhadap masyarakat suku dayak. Masyarakat meratus melakukan
usaha-usaha untuk bergerak dengan kreativitasnya di tengah kesesakan kemajuan
zaman serta tekanan pemerintah. Usaha-usaha yang dilakukan yaitu dengan
resistensi dan akomodasi.
Resistensi mengartikan
bahwa masyarakat meratus tetap menempatkan dirinya dan memberikan identitas
pada diri mereka. Masyarakat meratus juga melakukan perlawanan dengan
pemerintah bukan dengan tanpa kekerasan atau disebut sebagai akomodasi. Mereka
melakukan politik marginalisasi mereka dengan cara melakukan dialog-dialog yang
tetap memandang perbedaan yang ada.
Untuk dapat menunjukkan identitas mereka, masyarakat meratus
menunjukkannya dengan cara melakukan penyembuhan-penyembuhan
Tsing melihat bahwa
permasalahan ini menjadi suatu tantangan yang dihadapi oleh masyarakat meratus.
Dalam hal marjinalisasi politik local, orang Meratus menganggap pembentukan
masyarakatnya sebagai proyek Negara walaupun lebih banyak mengecewakannya.
Label negative yang diterima oleh orang meratus sebagai orang yang primitive
dan tidak beragama semakin menyudutkan mereka dan menutup akases mereka untuk
bergaul dengan orang luar khususnya orang Banjar.
Orang Banjar adalah
masyarakat Kalimantan yang sudah mengikuti perkembangan zaman dan lebih maju
daripada masyarakat meratus. Mereka adalah orang-orang yang mendukung program
pemerintah. Orang meratus dijadikan sebagai objek asli yang tidak beradab dan
mengakibatkan orang meratus semakin terpuruk ke arah marjinal (terpinggirkan).
Sulitnya masyarakat meratus dalam menyesuaikan diri mereka serta menerima
pendapat dari pemerintah, membuat masyarakat meratus disebut sebagi orang-orang
yang tidak tahu adat dan orang-orang yang mengucilkan dirinya dari
masyarakat-masyarakat normal. Meratus diambil dari kata dasar ratus. Ratus
artinya bukan hanya sebuah bilangan tetapi mengartikan ratusan keanekaragaman
budaya yang ada di sekitar pegunungan meratus. Mayarakat meratus adalah
masyarakat yang senang dalam mengolah tanah dan hidup mereka nomaden (suka
berpindah-pindah tempat. Tsing mencoba untuk memberikan pemahaman terhadap
pemerintah. Contoh yang dapat diberikan yaitu piring yang sudah merupakan cara
makan yang modern dimana tidak lagi makan di daun pisang ataupun serat dari
bahan tumbuhan lain. Ketika itu, Tsing mengatakan bahwa mereka tetap menerima
piring tersebut sebagai budaya yang baru dan mereka dapat menggunakannya tetapi
hal itu dikembalikan kembali kepada pemerintah bahwa mereka tetap bisa
menggunakan atau dapat mengikuti perkembangan zaman tetapi tidak berarti mereka
menghilangkan kebudayaan mereka yang asli. Mereka akan tetap mempertahankan
kebudayaan mereka sebagai tetap. System yang mereka gunakan yaitu menerima
kemudian mengembalikan kembali kepada pemberi dan tetap berpegang teguh pada
apa yang miliki dan tidak mengubah.
Orang-orang meratus
memiliki pemimpin suku mereka dan ada beberapa syarat yang menjadikan seseorang
menjadi seorang pemimpin. Pak beruang adalah seorang dukun yang dikenal
memiliki ilmu yang tinggi dan ia menjadi sosok pemimpin suku mereka. Pak
beruang sebagai seorang dukun meratus dikenal dukun yang memberikan story
telling untuk dapat menguasai kekuasaan Negara. Teknik bercerita itu
menggambarkan bahwa dia seolah-olah berada pada saat itu sebagai orang yang
berpengalaman. Dia menggambarkan perjalanan yang melampaui manusia biasa dengan
menggunakan roh-roh / dewa bagi mereka. Pendengar seakan-akan terhipnotis dan
seakan-akan terbawa oleh cerita yang diceritakan itu sendiri. Dalam teknik bercerita tersebut menuturkan
teror kepada kekuasaan pemerintah. Teror tersebut yaitu bahwa pak beruang ada
di sana sebagai saksi, pak beruang selamat dari bahaya, pak beruang bercerita
adanya potensi yang melampaui lainnya, pak beruang bercerita cerita asli dalam
bentuk narasi.
Bercerita seakan-akan
nyata itu menajdi suatu perwujudan diri sehingga dia disebut sebagai dukun.
Pengalaman spiritual atau mengalami langsung cerita tersebut mencoba untuk
meninggikan harkat martabat seseorang dari yang lain. Pak beruang mencertakan
bahwa dia seakan-akan ada pada zaman belanada. Dia melihat bahwa
perempuan-perempuan orang meratus banyak yang diperkosa oleh orang belanda dan
terlihat bahwa di dalam perut mereka penuh dengan sperma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar